Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby. (AP)
Marcheilla Ariesta • 1 December 2023 14:53
Washington: Amerika Serikat (AS) terus menyuarakan penolakan terhadap gencatan senjata permanen yang akan mengakhiri permusuhan di Jalur Gaza yang terkepung. Mereka menjadi pendukung jeda kemanusiaan.
"Kami tidak mendukung gencatan senjata permanen. Saat ini, kami mendukung gagasan jeda kemanusiaan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada wartawan, dilansir dari Anadolu, Jumat, 1 Desember 2023.
"Kami ingin melihat jeda tujuh hari ini berubah menjadi delapan, sembilan, 10 hari dan seterusnya. Namun, pada akhirnya hal ini akan membuat Israel dan Hamas menyetujui parameter perpanjangan kesepakatan tersebut, tetapi di Amerika Serikat, mereka akan terus menemukan dukungan untuk perpanjangan," lanjutnya.
Gencatan senjata awal selama empat hari yang disepakati oleh kelompok Palestina Hamas dan Israel sudah diperpanjang dua kali. Namun, gencatan itu berakhir pada Kamis malam, sehingga membuka kemungkinan dimulainya kembali pertempuran di Gaza.
Konflik di Gaza menewaskan lebih dari 15.000 warga, menurut statistik resmi.
Jumlah itu mencakup lebih dari 6.150 anak-anak dan 4.000 perempuan. Israel memulai perangnya di Gaza sebagai pembalasan atas serangan lintas batas pada 7 Oktober yang dilakukan oleh Hamas di mana 1.200 orang tewas, dan lebih dari 200 orang disandera.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, tiga warga Palestina yang ditahan di penjara Israel telah dibebaskan untuk setiap sandera yang dibebaskan oleh Hamas.
Bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan juga dapat masuk ke Gaza dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan apa yang terlihat selama perang, namun jumlah tersebut tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya meskipun kebutuhan telah meningkat secara drastis.
Tercatat lebih dari 1,7 juta warga Palestina menjadi pengungsi di wilayah pesisir tersebut, sebagian besar dari mereka mengungsi ke selatan di mana Israel berjanji untuk melanjutkan serangannya.
Jumlah tersebut setara dengan 80 persen populasi Gaza, dan setengah dari persediaan perumahan di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut perkiraan PBB.