Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. Foto: MI/Ebet.
Abdul Kohar • 21 September 2024 05:37
SEORANG membagikan sebuah meme bertuliskan 'menghitung hari menuju kebebasan'. Dalam meme itu, tampak beberapa orang tengah dijerat tali oleh sesosok wajah yang di dadanya dituliskan nama 'Mulyono'. Nama Mulyono sangat viral akhir-akhir ini. Ia merupakannama kecil Presiden Joko Widodo.
Saya tersenyum simpul, tapi sedikit bingung dengan gambar itu. Untuk memenuhi rasa penasaran, saya membuka media sosial. Ternyata meme berisi olok-olok serupa dengan gambar yang dimodifikasi berseliweran. Jumlahnya lumayan, lebih dari 10 gambar.
Dalam hati saya bertanya: bukankah sejak Reformasi bergulir,kebebasan sudah berbiak? Malah mulai banyak yang mengeluhkan kebebasan yang menurut mereka sudah kebablasan. Umumnya, para pengeluh itu ialah elite di negeri ini.
Lalu, kebebasan macam apa lagi yang dibutuhkan? Mengapa kebebasan itu dikaitkan dengan menghitung hari selesainya kepemimpinan Presiden Joko Widodo? Apakah dalam bulan-bulan terakhir ini kebebasan cuma ornamen? Atau ada yang merasa terbelenggu, tersandera, atau apa pun yang bersifat mengekang?
Rupa-rupa meme dan gambar-gambar itu menunjukkan secara gamblang bahwa kebebasan tidak melulu membebaskan rakyat dari penderitaan. Jalan bebas yang diperjuangkan sejak Reformasi ternyata menyisakan residu yang jadi masalah baru.
Umumnya, penderitaan dalam kebebasan itu bersumber dari rasa ketidakadilan yang masih banyak ditemukan. Ada hak-hak memanen keadilan dari publik yang tidak dipenuhi oleh pemegang kekuasaan. Mereka bebas bersuara, tapi suara mereka seolah membentur dinding kedap suara.
Perasaan tidak adil dan tidak setara itulah yang diekspresikan dalam wujud gambar, tulisan, atau respons olok-olok terhadap figur-figur yang dinilai menekuk keadilan, mendapatkan keistimewaan alih-alih diperlakukan setara. Publik (baca netizen) seperti tidak putus-putusnya mengulik 'benarkah akun Fufufafa Gibran yang punya?'.
Netizen pun 'memblejeti' satu per satu keganjilan akun Fufufafa itu. Ada yang membuka akun lama itu dengan memakai nomor milik seseorang yang diduga pemilik akun, juga dengan memasukkan akun e-mail yang bersangkutan. Fufufafa pun terbuka, orang bisa 'berselancar' membaca komentar-komentar aneh yang pernah dituliskan akun itu beberapa tahun lalu.
Baca juga: Bahaya Penjilat |