Ketidakpastian Masih Hantui Ekonomi Global hingga Akhir Tahun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Foto: Dokumen Kemenkeu

Ketidakpastian Masih Hantui Ekonomi Global hingga Akhir Tahun

Annisa Ayu Artanti • 18 December 2023 11:17

Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan kondisi perekonomian global masih diliputi ketidakpastian sampai dengan akhir tahun ini.

Risiko dan ketidakpastian global ini dipicu dinamika negara-negara maju yang berdampak ke global. Amerika Serikat masih dihadapkan pada inflasi yang berada di atas target, tingginya suku bunga, peningkatan tekanan fiskal, dan tergerusnya excess saving yang membayangi pelemahan ekonomi.
 
Sementara itu, negara maju lainnya yakni RRT masih bergulat dengan pelemahan ekonomi pasca covid-19 dan Eropa yang kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiskal yang meningkat diiringi oleh core inflation yang masih tinggi.

"Selain masalah ekonomi, kondisi geopolitik juga menunjukkan risiko yang makin tinggi. Kita lihat perang di Ukraina maupun di Timur Tengah, terutama Palestina yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir menimbulkan downside risk terhadap prospek pertumbuhan ekonomi," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita dikutip dari siaran pers, Senin, 18 Desember 2023.
 
Dia juga menjelaskan, sentimen global juga akan dipengaruhi yang akan menimbulkan volatilitas di sektor keuangan dan prospek dari perang yang belum berakhir dan bahkan mungkin akan melebar akan menimbulkan tekanan proteksionisme dan melemahkan perdagangan global.

Baca juga: ADB Naikkan Proyeksi Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik Jadi 4,9%

Pertumbuhan ekonomi global

Di sisi lain prospek pertumbuhan global diperkirakan masih akan lemah seperti yang disampaikan oleh lembaga internasional. Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 direvisi turun oleh IMF menjadi hanya tiga persen dan oleh Bank Dunia hanya 2,1 persen. Inflasi juga diprediksi mencapai level 5,8 persen, lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi.
 
"Indonesia masih termasuk negara yang memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi tertinggi di lingkungan ASEAN dan di lingkungan G20 yaitu di lima persen," ungkap Sri Mulyani.
 
Dalam paparannya, Bendahara Negara itu juga menyampaikan dari sisi kegiatan manufaktur terlihat 69,6 persen negara berada di zona kontraksi seperti AS, Eropa, Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Sementara 30 persen lainnya berada di zona ekspansi termasuk Indonesia.
 
"Kalau kita lihat Indonesia kita terus menerus ada di dalam zona ekspansi yang cukup bertahan semenjak pandemi berakhir. Artinya banyak negara yang tadinya berharap setelah pandemi recovery dan kegiatan manufakturnya tumbuh kuat, ternyata tidak mengalami situasi pemulihan dan pertumbuhan manufaktur. Yang terjadi justru pelemahan kegiatan manufakturnya," tutur Sri Mulyani.

Dari sisi harga komoditas, Sri Mulyani mengatakan volatilitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi supply dan demand, namun juga faktor politik dan perang ikut mengambil peranan. Secara keseluruhan, beberapa komoditas yang penting bagi ekonomi Indonesia menunjukkan koreksi yang cukup signifikan.

"Batu bara turun 63 persen sejak awal 2023, minyak turun 14,6 persen sejak awal 2023 ytd, natural gas atau gas alam turun bahkan 43,7 persen year to date dari awal tahun, CPO turun 14,8 persen, gandum turun 23,4 persen, kedelai turun hampir lima persen, dan beras turun 6,5 persen. Ini adalah komoditas-komoditas yang penting pengaruhnya di dalam perekonomian kita dan semuanya dalam kondisi penurunan year to date," jelas Sri Mulyani.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)