Industri baja Tiongkok. Foto: Unsplash.
Beijing: Gelombang ekspor produsen baja terbesar di Tiongkok mendorong melimpahnya pasokan global. Hal ini telah meningkatkan ketegangan perdagangan di seluruh dunia.
Melansir
Business Times, Selasa, 23 April 2024, produsen baja terbesar di dunia ini mengirimkan hampir 26 juta ton pada kuartal pertama 2024 atau 28 persen lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Langkah ini dilakukan di tengah krisis properti melemahkan permintaan dalam negeri. Asia Timur masih menjadi pasar utama, namun pengiriman ke India, Timur Tengah, dan Amerika Latin terus meningkat.
Menurut Callanish Commodities, ekspor baja ke Brasil melonjak 29 persen pada kuartal pertama dibandingkan tahun sebelumnya, dan pengiriman ke Kolombia dan Chile masing-masing naik 46 persen dan 32 persen.
Ketiga negara tersebut telah meluncurkan atau sedang mempersiapkan langkah-langkah perdagangan untuk mengatasi lonjakan tersebut. Produsen baja Chili, Cap, membatalkan keputusan untuk menutup pabriknya setelah pemerintah mengenakan tarif pada beberapa produk Tiongkok.
Penurunan pesat industri konstruksi
Tiongkok telah menghasilkan sekitar satu miliar ton baja setiap tahunnya sejak 2019. Namun penurunan pesat dalam aktivitas konstruksi selama setahun terakhir telah menyebabkan pabrik-pabrik mengalami kesulitan.
Banyak yang telah beralih dari pembuatan produk konstruksi seperti batangan penguat ke gulungan canai panas (hot-rolled coils) untuk menyasar pembeli di lain industri konstruksi serta negara lain.
Analis baja juga mengatakan ekspor baja canai panas Tiongkok dipicu oleh penipuan pajak yang secara efektif memungkinkan pedagang Tiongkok memangkas pembayaran PPN dan memberikan penawaran ekspor yang lebih murah. Seorang pejabat senior dari Asosiasi Besi & Baja Tiongkok pekan lalu menyerukan tindakan keras terhadap ekspor ilegal.
Ekspor baja Tiongkok ke Mesir melonjak sebesar 95 persen pada kuartal pertama, sementara ekspor ke Uni Emirat Arab melonjak sebesar 81 persen. Negara terakhir ini kini menjadi tujuan baja Tiongkok terbesar ketiga setelah Vietnam dan Korea Selatan.
Melonjaknya ekspor memperburuk perselisihan perdagangan di seluruh dunia. Presiden Joe Biden menyerukan tarif sebesar 25 persen pada produk baja tertentu asal Tiongkok.
Hal ini merupakan bagian dari langkah Washington yang lebih luas untuk melawan kelebihan kapasitas Tiongkok di berbagai industri, mulai dari logam hingga tenaga surya. Hal ini dilakukan meskipun AS hanya mengambil sedikit baja dari negara dengan perekonomian terbesar di Asia itu.