Gaza terus dibombardir serangan udara Israel. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 22 September 2025 18:19
Bureij: Pejabat kesehatan melaporkan bahwa serangan udara Israel di Kota Gaza dan kamp pengungsi menewaskan lebih dari 40 orang, termasuk 19 perempuan dan anak-anak. Serangan itu terjadi menjelang Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat sejumlah negara Eropa dan sekutu Amerika Serikat bergerak untuk mengakui negara Palestina.
Menurut staf medis di Rumah Sakit Shifa, sebagian besar korban berasal dari serangan Sabtu malam yang menghantam sebuah blok permukiman di Gaza selatan. Seorang perawat rumah sakit turut menjadi korban, bersama istri serta tiga anaknya.
Serangan lain di dekat sebuah klinik di kamp pengungsi Bureij, Gaza tengah, menewaskan delapan orang, termasuk empat anak dan dua perempuan. Rumah Sakit Al-Awda menyebut sedikitnya 22 orang lainnya terluka. Israel hingga kini belum memberikan komentar atas serangan tersebut.
Operasi militer Israel yang dimulai pekan ini semakin memperburuk situasi di Timur Tengah dan berpotensi menghambat upaya gencatan senjata. Militer Israel menyatakan operasi bertujuan menekan Hamas agar membebaskan sandera, namun tidak menetapkan batas waktu. Pejabat Israel memperkirakan operasi ini dapat berlangsung berbulan-bulan.
Di Israel sendiri, protes anti-perang meluas. Puluhan ribu orang turun ke jalan pada Sabtu malam, mendesak penghentian perang dan kesepakatan pembebasan sandera. Koalisi Saatnya (It’s Time Coalition), yang terdiri dari lebih 60 organisasi Yahudi dan Arab dengan sekitar 1.000 aktivis, menyerukan diakhirinya konflik, pembebasan sandera, dan pengakuan negara Palestina.
“Kami menolak untuk hidup selamanya dengan pedang. Keputusan PBB menawarkan kesempatan bersejarah untuk beralih dari jebakan maut menuju kehidupan,” ujar koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan video.
Kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Hampir 23 bulan pengeboman telah menewaskan lebih dari 65.000 orang, membuat sekitar 90 persen penduduk mengungsi, dan memicu kelaparan di Kota Gaza, menurut para ahli.
Sementara itu, Australia, Kanada, dan Inggris resmi mengakui negara Palestina. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan langkah itu bertujuan “untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel.” Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik pengumuman tersebut.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak keras, dengan menegaskan bahwa pembentukan negara Palestina “tidak akan terjadi.” Ia menuduh negara-negara Barat memberi “hadiah” kepada Hamas, dan menambahkan, “Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan.”
Netanyahu berencana menyampaikan tanggapan resmi setelah bertemu Presiden Donald Trump di Gedung Putih pekan depan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyoroti pendekatan Israel. Dalam wawancara dengan CBS, Macron menyebut strategi Israel sebagai “kegagalan,” karena meskipun sejumlah pemimpin Hamas terbunuh, kelompok tersebut terus merekrut anggota baru. Ia menilai cara Israel membunuh warga sipil justru merusak kredibilitas dan menciptakan “kerangka keamanan yang tidak berkelanjutan di seluruh kawasan.”
Di sisi lain, militer Israel mengklaim telah menewaskan Majed Abu Selmiya, yang disebut sebagai penembak jitu Hamas. Namun, Dr. Mohamed Abu Selmiya, Direktur Rumah Sakit Shifa sekaligus saudara Majed, membantah tuduhan tersebut. Ia menegaskan saudaranya berusia 57 tahun, memiliki hipertensi, diabetes, serta gangguan penglihatan, dan menilai tuduhan Israel hanya upaya membenarkan serangan terhadap warga sipil.
Israel juga memerintahkan ratusan ribu warga Gaza untuk meninggalkan kota menuju wilayah selatan yang disebut sebagai “zona kemanusiaan.” Koridor khusus dibuka selama dua hari agar warga dapat mengungsi.
Meski demikian, banyak yang menolak atau tidak mampu pindah lagi karena kelelahan maupun keterbatasan biaya.
Organisasi bantuan memperingatkan bahwa pemindahan paksa ini hanya memperparah krisis kemanusiaan, dan menyerukan gencatan senjata agar bantuan bisa menjangkau warga.
Paus Leo XIV turut mengecam “pengasingan paksa” terhadap warga Palestina, menekankan bahwa masa depan Gaza tidak bisa dibangun di atas kekerasan. Dalam doa Minggu di Lapangan Santo Petrus, Paus menyampaikan apresiasi atas organisasi Katolik yang membantu rakyat Palestina.
Selain itu, Netanyahu menyebut kemenangan Israel atas Hizbullah di Lebanon “telah membuka peluang perdamaian dengan tetangga kita di utara.”
“Kami sedang mengadakan pembicaraan dengan pihak Suriah-ada beberapa kemajuan, tetapi masih ada visi untuk masa depan,” ujar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Israel saat ini masih menguasai sebagian wilayah barat daya Suriah sejak jatuhnya Presiden Bashar Assad pada Desember lalu. Hubungan dengan pemerintahan baru Suriah pun berjalan tegang, ditandai dengan serangan udara Israel sepanjang musim panas yang diklaim sebagai upaya melindungi komunitas Druze di wilayah tersebut.
Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, dalam wawancara dengan televisi pemerintah pada 12 September, menegaskan bahwa negosiasi dengan Israel mengenai perjanjian keamanan masih berlangsung. Ia menyatakan harapannya agar pasukan Israel kembali ke posisi semula sesuai kesepakatan penarikan pasukan tahun 1974, sebelum tumbangnya pemerintahan Assad.
“Israel menganggap jatuhnya rezim tersebut sebagai penarikan diri Suriah dari perjanjian 1974, meskipun Suriah telah menunjukkan komitmennya sejak awal,” ujar Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa.
(Muhammad Fauzan)