Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 20 August 2025 15:39
Jakarta: Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) Didin Damanhuri mengatakan, Indonesia telah mencapai berbagai hal positif di usia ke-80 tahun setelah kemerdekaan. Bahkan kemajuan Indonesia masih bisa terus dikebut, meski masih kalah dari Korea Selatan.
Ia menyebut, Amerika Serikat bisa menjadi negara super power dari peperangan utara dengan selatan membutuhkan waktu dua abad. Begitu pula dengan Eropa. Sementara Korea Selatan, hanya membutuhkan waktu sekitar 75 tahun sejak pemerintahan menjadi demokratis mulai Kim Young Sam.
"Jadi Indonesia ini, secara umur memang sudah tua. Namun dalam perspektif negara matang secara sosial politik, Indonesia memang kalah oleh Korsel, tapi masih mampu mengejar Amerika maupun Eropa," kata Prof Didin dalam acara Forum Insan Cita dan Indef, dikutip Rabu, 20 Agustus 2025.
Ia menyampaikan, selama 80 tahun ini adalah GDP per kapita sejak proses pembangunan ekonomi terencana (awal 1970-an) hingga sekarang naik 700 persen, kemajuan infrastruktur fisik kota-kota yang sangat pesat, pengendalian penduduk relatif terkendali sebanyak 280 juta pada tahun ini.
Didin juga menyoroti, hampir hilangnya penyakit menular yang bisa melemahkan ketahanan sosial masyarakat, hampir tidak ada kelaparan yang menimbulkan kematian. Selain itu, harapan hidup meningkat dari 50 tahun menjadi sekitar 70 tahun, dan buta-huruf usia produktif mengalami penurunan.
"Kelas menengah, walaupun pada zaman Pak Jokowi mengalami penurunan, masih di sekitar 45 persen. Dan ini merupakan faktor dinamis yang mendongkrak produktivitas kegiatan perekonomian nasional," ujarnya.
Baca juga:
Ketimbang Tahun Ini, APBN 2026 Diyakini Bisa Dorong Ekonomi RI Tumbuh Menjulang |
Namun, ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini. Seperti, masih tingginya tingkat ketimpangan, yang berdasarkan perhitungannya, Rasio Gini pengeluaran adalah 0,381 (2024), tapi kalau rasio gini pendapatan di atas 0.5, maka artinya sangat buruk.
"Ditambah, Index Oligarki (Material Power Index) yang pada 2016 masih sekitar 650 ribu kali, 2024 sudah 1.065.000 kali, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu yang terburuk di dunia," kata Didin.
Tantangan berikutnya adalah masih maraknya impor kebutuhan pokok disebabkan oleh belum mandirinya sektor pangan, energi, finansial, dan bahkan paradigma pembangunan. Lebih jauh, Didin mengungkapkan, pelaksanaan otonomi daerah belum menyejahterakan rakyat di daerah-daerah.
"Salah satu yang menjadi tantangan besar juga adalah, korupsi bersifat sistemik dan masif. Kebocoran pada pemerintahan Orba, dengan ICOR analisis, itu ada pada angka rata-rata 30 persen. Namun, pada pascareformasi sudah sekitar 40 persen," ungkapnya.