Anak-anak di Gaza kelaparan akibat perang yang melanda saat ini. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 3 July 2025 06:06
Gaza: Pihak berwenang Israel menghadapi tuduhan baru tentang penggunaan kelaparan sebagai senjata perang setelah menyita kaleng susu formula bayi dari seorang dokter Amerika Serikat dalam perjalanan ke Gaza. Setidaknya 57 anak di Gaza meninggal karena kekurangan gizi sejak Maret, karena dokter mengatakan masuknya bantuan menjadi semakin sulit.
Tuduhan itu muncul ketika kelompok bantuan dan profesional medis melaporkan meningkatnya kematian anak-anak akibat kekurangan gizi di daerah kantong Palestina yang terkepung itu.
Pada akhir Juni, seorang dokter Amerika yang bersiap memasuki Gaza dalam misi kemanusiaan telah mengemas susu formula bayi bubuk, kain kasa, dan perlengkapan medis. Namun setelah tiba di Jembatan Allenby yang melintasi dari Yordania ke Tepi Barat yang diduduki, pasukan Israel menyita susu formula itu, Le Monde melaporkan.
"Susu formula bayi itu disita," dokter bedah Palestina-Jerman Diana Nazzal, yang mengoordinasikan konvoi itu, mengatakan kepada Le Monde, seperti dikutip dari Anadolu, Kamis 3 Juli 2025.
"Apa penjelasan lain kalau bukan bahwa kelaparan digunakan sebagai senjata perang dalam genosida yang sedang berlangsung di Gaza?" Nazzal mengatakan dalam wawancara eksklusif dengan Le Monde.
Petugas kesehatan setempat mengatakan susu formula bayi, terutama jenis khusus untuk bayi prematur atau bayi yang tidak toleran laktosa, masih sangat langka di Gaza, di mana kekurangan gizi yang meluas telah membuat banyak ibu tidak dapat menyusui.
Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT) tentara Israel mengatakan telah memfasilitasi pengiriman lebih dari 1.000 metrik ton makanan bayi sejak 19 Mei, ketika blokade penuh sedikit dilonggarkan. Namun, dokter di lapangan memperingatkan bahwa persediaan masih belum mencukupi.
Ahmad al-Farra, kepala pediatri di Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, mengatakan pada Juni bahwa stok susu formula khusus hampir habis.
Sementara pengiriman terbatas telah tiba sejak itu dari LSM Rahma yang berbasis di AS, dua bayi meninggal di rumah sakit pada akhir Juni karena kelaparan dan kurangnya perawatan, menurut kantor berita Palestina Wafa.
Antara Maret dan pertengahan Mei, 57 anak meninggal karena kekurangan gizi, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, angka yang digaungkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Akses bagi dokter asing juga diperketat. Dokter bedah ortopedi Inggris Graeme Groom mengatakan bahwa pada bulan Mei, ia "tidak diizinkan membawa apa pun" untuk pertama kalinya dalam dua tahun, termasuk peralatan bedah penting. "Saya melihat bayi yang hanya tinggal kulit dan tulang," katanya.
Dokter Amerika Thaer Ahmad, yang telah menghadapi penolakan berulang kali dari COGAT meskipun permohonannya disetujui WHO, mengatakan pembatasan Israel berkontribusi pada "kehancuran lembaga kesehatan dan pendidikan Palestina."
"Berbicara terus terang berarti mengambil risiko tidak dapat kembali ke Gaza," kata dokter umum Prancis Catherine Le Scolan-Quere. "Tetapi tetap diam berarti membiarkan warga Gaza terbunuh dalam diam."