Masih Banyak Terjadi Pelanggaran HAM di Lapas

Ilustrasi. Rumah Tahanan Salemba. Foto: Metrotvnews.com/Christian

Masih Banyak Terjadi Pelanggaran HAM di Lapas

Devi Harahap • 27 March 2025 15:43

Jakarta: Direktur Jenderal (Dirjen) Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, mengungkapkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) masih menjadi salah satu tempat yang sering terjadi praktik pelanggaran HAM. Masalah pemenuhan HAM di Lapas belum sesuai harapan.

"HAM itu masih sekedar sebagai satu lip service, belum sepenuhnya diterapkan khususnya ketika saya turun ke lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan," kata Nicholay kepada Media Indonesia, dikutip Kamis, 27 Maret 2025. 

Hal tersebut disampaikannya usai melakukan kunjungan ke sejumlah Lapas yang berada di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Nusa Tenggara Timut (NTT), Jawa Barat, hingga Jakarta. Ia menyebut pelanggaran HAM serius sejatinya ada di Lapas, menyangkut hak-hak warga binaan atau narapidana maupun tahanan. 

"Dari beberapa lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang ada baik di NTT, di Jawa Barat, di Jakarta, itu saya temukan bahwa pelanggaran HAM sesungguhnya itu ada di Lapas," ujarnya.

Ia menyebut berbagai bentuk pelanggaran itu menyangkut segala fasilitas penunjang untuk warga binaan atau narapidana hingga kehidupan mereka. Ia juga menilai pelanggaran serius tersebut terjadi lantaran juga ditemukan penghukuman alih-alih pembinaan kepada para narapidana.

"Kenapa saya katakan pelanggaran? Karena di situ kami melihat bahwa tujuan pemasyarakatan itu sebenarnya bukan penghukuman, tapi tujuan pembinaan itu belum sepenuhnya diterapkan, yang ada adalah penghukuman," ungkapnya.
 

Baca juga: Menteri Pigai Minta Aktivis yang Geruduk Pembahasan Revisi UU TNI Tak Diproses Hukum

Nicholay menceritakan kondisi yang ditemukannya saat berkunjung ke sejumlah Lapas. Misalnya, kelebihan kapasitas, dari yang seharusnya hanya berkapasitas 11 orang, tetapi diisi 35 orang.

"Saya temukan juga yang namanya sel tikus. Saya bilang, sel tikus ini tanpa penerangan, tanpa ventilasi, tanpa MCK, dan tanpa alas tidur. Seharusnya satu sel tikus itu dengan ukuran 1x2 meter dihuni hanya oleh paling banyak 2-3 orang, tetapi yang saya temukan dihuni bisa sampai 5 orang," jelasnya. 

Nicholay juga menemukan bahwa sel tikus tersebut justru dihuni oleh narapidana yang mengidap penyakit TBC dengan alasan agar tidak terjadi penularan. Menurutnya, hal ini menyalahi aturan sebab bila ada narapidana pasien TBC, seharusnya dirawat di klinik atau rumah sakit.

"Kemudian saya temui juga narapidana-narapidana yang lansia. Ada yang sampai berumur 96 tahun, 95 tahun, 80 tahun. Yang paling muda dari itu umurnya 55-60 tahun. Saya melihat keadaan mereka sungguh sangat mengenaskan. Makanannya pun saya ikut merasakan langsung, makanan yang namanya nasi caduk," tuturnya. 

Nicholay menceritakan dirinya sempat mencoba makanan untuk para narapidana yang dinilai mengenaskan. Lauknya hanya sepotong ikan, tempe, sayur, dan nasi.

"Memang setiap hari itu menu berganti karena di situ ada daftar menu 1-7 hari itu berganti-ganti. Tetapi isinya hanya sepotong-sepotong. Kemudian pelayanan kesehatan juga saya melihat sangat minim dan sangat kurang," ungkapnya. 

Nicholay menekankan pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) terkait permasalahan tersebut. Ia pun mengungkapkan sejumlah pihak Lapas juga mengaku kewalahan dalam pemenuhan hak asasi bagi para narapidana.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)