Taiwan Jadi Sorotan dalam Dialog Shangri-La di Singapura

Bendera Taiwan. (Anadolu Agency)

Taiwan Jadi Sorotan dalam Dialog Shangri-La di Singapura

Willy Haryono • 2 June 2025 20:48

Singapura: Dialog Shangri-La yang digelar setiap tahun di Singapura telah berkembang menjadi forum pertahanan paling bergengsi di Asia. Kerap dijuluki “Konferensi Keamanan Munich Timur,” forum ini selama bertahun-tahun menjadi panggung utama bagi unjuk kekuatan strategis Amerika Serikat dan Tiongkok.

Sesuai tradisi, Menteri Pertahanan AS menyampaikan pidato pembukaan pada hari pertama, diikuti oleh Menhan Tiongkok keesokan paginya. Seluruh sesi terbuka bagi media dan memungkinkan sesi tanya jawab dari para delegasi—sebuah “konferensi pers publik” de facto bagi kementerian pertahanan Tiongkok.
Namun tahun ini, Beijing memutuskan untuk absen dari tradisi tersebut. 

Ketidakhadiran Menhan Tiongkok menarik perhatian besar. “Ini bukan tempat kami—ini tempat Barat,” ujar Da Wei, Direktur Pusat Keamanan dan Strategi Internasional Universitas Tsinghua. Komentar itu mencerminkan keengganan Tiongkok untuk menghadapi pertanyaan terbuka di forum internasional.

Hal yang lebih mencolok dari ketidakhadiran Tiongkok justru adalah posisi Taiwan. Meski menjadi sorotan utama dalam dinamika keamanan Asia, Taiwan tidak memiliki kursi resmi dalam forum ini.

Mantan Menhan Taiwan Andrew Yang dan CEO Prospect Foundation Lai I-Chung hadir hanya sebagai "Undangan Khusus IISS,” tanpa afiliasi pemerintahan yang disebutkan secara eksplisit.

Hotel Shangri-La dipenuhi diplomat, jenderal, dan pejabat tinggi dari lebih 50 negara, dari Asia hingga Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Ketatnya pengamanan menambah suasana tegang.

“Tahun lalu, semua orang membicarakan Taiwan,” ujar seorang diplomat Asia. “Dan tahun ini tampaknya tidak jauh berbeda.”

Ketegangan AS-Tiongkok

Dalam pidato pembukaan malam pertama, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan peringatan serius terkait saling keterkaitan krisis global. Ia mengatakan, “Saya sebelumnya menentang kehadiran NATO di Asia. Namun melihat keterkaitan Korea Utara dan Rusia, ini adalah peringatan besar.”

Secara implisit, Macron juga menegur Washington. “Jika Rusia diizinkan merebut sebagian wilayah Ukraina tanpa reaksi berarti dari tatanan global, bagaimana dunia bisa bereaksi terhadap potensi konflik di Taiwan?”

Keesokan paginya, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth merespons langsung. “PLA (militer Tiongkok) berlatih setiap hari. Kami tahu Xi Jinping telah memerintahkan militernya untuk siap menyerang Taiwan pada 2027,” ujarnya. “Ancaman Tiongkok itu nyata.”

Hegseth menandai 2027 sebagai peringatan strategis, lalu memaparkan rencana Indo-Pasifik terbaru AS: peningkatan komando Pasukan AS di Jepang, pengiriman sistem rudal antikapal NEMESIS ke Filipina, dan pembangunan jaringan logistik baru di kawasan.

“Di bawah Presiden Trump, strategi kami adalah perdamaian melalui kekuatan,” tegas Hegseth. Ia menyerukan agar negara-negara Asia meniru Eropa dalam memperkuat anggaran pertahanan dan sistem pencegahan kawasan.

“Ini adalah pidato yang sangat meyakinkan bagi Taiwan,” ujar Mathieu Duchâtel, Direktur Studi Hubungan Internasional di Institut Montaigne, lembaga pemikir terkemuka di Prancis.

Lai I-Chung juga menilai bahwa pidato Hegseth mencerminkan keseriusan AS dalam menanggapi kebangkitan militer Tiongkok.

Meski belum pasti apakah Presiden Trump akan kembali berkuasa dan mendukung kebijakan Menhan saat ini, satu hal sudah jelas: AS tengah memperkuat pijakannya di Indo-Pasifik, dan persaingan strategis dengan Tiongkok kian memanas. (Nada Nisrina)

Baca juga:  Tiongkok Tuding AS Lakukan ‘Pencemaran Nama Baik' di Forum Shangri-La

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)