Energi hijau. Foto: Media Indonesia/Seno.
Fachri Audhia Hafiez • 9 December 2025 23:46
Jakarta: Perkembangan layanan transportasi berbasis permintaan seperti ojek dan taksi online dinilai membawa tantangan serius bagi kualitas udara perkotaan di Indonesia. Meskipun menawarkan kemudahan, dominasi kendaraan berbahan bakar fosil dalam layanan ini menyumbang hingga 80 persen emisi di kawasan urban, menjadikan transformasi menuju transportasi hijau sebagai sebuah keharusan.
Dosen Politeknik Transportasi Darat Indonesia-STTD Novita Sari mengatakan proyeksi pertumbuhan emisi sektor transportasi diprediksi mencapai 53 persen pada tahun 2030. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa kendaraan menyumbang 70–80 persen emisi di wilayah perkotaan.
"Penerapan teknologi ramah lingkungan dalam layanan transportasi berbasis permintaan bukan hanya relevan, tetapi juga strategis untuk mendukung pembangunan berkelanjutan," ujar Novita melalui keterangan tertulis, Selasa, 9 Desember 2025.
Transformasi ini dinilai sangat bergantung pada
digitalisasi dan elektrifikasi. Teknologi digital, melalui sistem seperti Intelligent Transport System (ITS) yang diterapkan di Bandung, memungkinkan optimalisasi rute dan efisiensi armada, yang secara langsung menekan konsumsi energi dan emisi.
Sementara itu, elektrifikasi kendaraan menjadi solusi konkret. Novita mencatat populasi kendaraan listrik di Indonesia meningkat sekitar 136 persen dari tahun 2023 ke 2024. Operator
online besar pun telah bergerak.
Grab telah mengoperasikan lebih dari 11.000 kendaraan listrik sejak 2019, berhasil menekan lebih dari 30.000 ton emisi karbon.
Gojek menargetkan
net-zero emission pada tahun 2030 dan berencana bertransisi menuju armada listrik penuh antara 2025–2030. Didukung skema kepemilikan kendaraan yang terjangkau bagi mitra pengemudi.
Elektrifikasi ini, terutama dalam moda listrik otonom (Autonomous Mobility on Demand atau AMoD), menawarkan efisiensi tinggi dan sangat ideal untuk mobilitas perkotaan jarak pendek.
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab meningkatnya pencemaran udara di Jakarta. Foto: Media Indonesia (MI)/Atet Dwi Pramadia.
Novita menegaskan bahwa efektivitas teknologi ramah lingkungan harus didukung oleh kebijakan dan infrastruktur yang memadai. Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah regulasi, termasuk Perpres 55/2019 dan Perpres 73/2023, serta Kepmen ESDM 24.K/2025 yang mengatur pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Keberhasilan
transformasi ini bergantung pada, penyediaan infrastruktur pengisian daya yang merata. Lalu, Integrasi layanan
on-demand dengan transportasi publik.
Kemudian, pemberian insentif bagi pengguna kendaraan listrik. Koordinasi kuat antara pemerintah, penyedia aplikasi, penyedia energi, dan masyarakat.
"Langkah menuju transportasi hijau bukan lagi sebuah opsi melainkan sebuah keharusan demi masa depan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang," ujar Novita