Gedung DPR ilustrasi. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Rahmatul Fajri • 20 September 2025 15:55
Jakarta: Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana merespons kritik Koalisi Masyarakat Sipil terkait prajurit TNI yang terlibat dalam pengamanan Gedung DPR. Menurut Wahyu, keterlibatan TNI tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Dari kami prinsipnya, kami bekerja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di dalam UU TNI, baik yang lama maupun yang sudah direvisi itu tetap ada 14 tugas TNI, termasuk TNI AD di dalamnya dalam operasi militer selain perang," kata Wahyu di Jakarta, Sabtu, 20 September 2025.
Wahyu menjelaskan 14 tugas itu termasuk memberikan perbantuan kepada kepolisian dan pemerintah daerah dalam pengamanan obyek vital. Ia mengatakan TNI siap memberikan bantuan ketika ada permintaan dari pemerintah daerah, otoritas sipil, dan kepolisian dalam membantu pengamanan suatu kegiatan atau area tertentu.
"Jadi yang dilaksanakan oleh TNI dan TNI AD itu sesuai dalam regulasi, sesuai dengan UU, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semuanya atas dasar permintaan, membantu pemerintah daerah. Membantu institusi sipil yang memerlukan perbantuan berkaitan dengan penebalan pengamanan," kata Wahyu.
Wahyu menegaskan TNI tidak mengambil alih peran kepolisian dalam memberikan pengamanan. Ia menegaskan TNI hanya membantu ketika ada permintaan.
"Rekan-rekan dari kepolisian tetap pada lokasi tertentu, pada situasi tertentu, pada kondisi tertentu kita diminta membantu, kita bantu. Kita juga memberikan asesmen. Jadi tidak ada yang dilanggar, tidak ada yang dilanggar berkaitan dengan peran kita mendukung keamanan beberapa obyek untuk meyakinkan situasi kondusif," ujar Wahyu.
Ilustrasi. Metrotvnews.com
Pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR dikritik
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pernyataan Menteri Pertahanan Sjafri Sjamsuddin yang menyebut telah melibatkan prajurit TNI dalam pengamanan Gedung DPR. Menurut koalisi, langkah tersebut tidak sesuai konstitusi dan bertentangan dengan Undang-Undang TNI.
Direktur Imparsial Ardi Manto menilai pernyataan Menhan keliru dan berpotensi menyeret TNI keluar dari mandat utamanya di bidang pertahanan. Ardi menyebut
Gedung DPR adalah simbol perwakilan rakyat, bukan simbol kedaulatan negara.
"Menempatkan TNI di sana justru memberi kesan intimidatif terhadap masyarakat yang hendak menyampaikan kritik," ujar Ardi melalui keterangannya, Rabu, 17 September 2025.
Koalisi menegaskan bahwa pengamanan objek vital dan pengendalian unjuk rasa merupakan kewenangan Polri, bukan TNI. Jika dibiarkan, praktik pelibatan TNI dalam urusan sipil dikhawatirkan merusak profesionalisme militer yang tengah dibangun sejak reformasi 1998.
"Seharusnya Menteri Pertahanan fokus memperkuat TNI di bidang pertahanan, bukan memperluas kewenangan ke ranah sipil. Presiden juga perlu mengoreksi langkah ini. Jika tidak, publik bisa menilai Presiden ikut terlibat dalam kekeliruan," tambah Ardi.
Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan masih banyak pekerjaan rumah reformasi TNI yang belum tuntas. Mulai dari reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial, hingga penghapusan budaya kekerasan terhadap warga sipil.
"Alih-alih menyeret TNI mengamankan gedung pemerintahan, lebih baik perhatian diarahkan pada penyelesaian masalah internal tersebut agar TNI benar-benar menjadi tentara profesional," kata Ardi.
Atas dasar itu, koalisi menyatakan menolak rencana pelibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR. Sekaligus, mendesak penghentian seluruh bentuk pelibatan militer dalam urusan keamanan sipil, serta menuntut diprioritaskannya agenda reformasi TNI.