Kepala PPATK Ingatkan Bahaya Judol, dari Depresi hingga Hilangnya Nyawa

Ilustrasi judi online. MI/Duta

Kepala PPATK Ingatkan Bahaya Judol, dari Depresi hingga Hilangnya Nyawa

Rahmatul Fajri • 13 August 2025 16:36

Jakarta: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengingatkan masyarakat akan bahaya judi online (judol). Dia mengatakan frustasi, depresi, hingga akhirnya bunuh diri menjadi masalah yang muncul akibat kecanduan judol.

Dia mengatakan bukan hanya orang dewasa yang kecanduan judol. Alih-alih mempermudah komunikasi, kemajuan teknologi malah menjerat pengguna untuk kecanduan judi online berkedok permainan atau website, atau tergiur dengan promosi bernuansa judol di media sosial.

"Judol berkembang cepat melalui berbagai platform, dari situs web hingga aplikasi yang mudah diakses siapa saja. Kemudahannya menjadi jebakan bagi banyak orang, terutama generasi muda, yang tergoda oleh janji kemenangan instan," kata Ivan melalui keterangannya, Rabu, 13 Agustus 2025.

Data pada kuartal I 2025 yang dikumpulkan PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan pemain berusia 10-16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar, dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 tahun mencapai Rp2,5 triliun.

Sekitar 71,6 persen masyarakat yang melakukan judol berpenghasilan di bawah Rp5 juta dan memiliki pinjaman di luar pinjaman perbankan, koperasi, dan kartu kredit.

"Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," kata Ivan.

Baca Juga: 

Sindikat Jual Beli Data Pribadi untuk Judol Terungkap, Korban Diiming-Imingi Jutaan Rupiah

Dia mengatakan di balik layar, sistem judol dirancang sedemikian rupa untuk membuat pemain kalah. Korban tidak hanya mengalami kerugian materi, tetapi juga terjebak dalam lingkaran kecanduan, stres, bahkan depresi. Tak jarang, kecanduan ini berujung pada tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, hingga bunuh diri.

"Banyak kisah tragis bermula dari sekadar coba-coba. Bermain judol demi iseng, meminjam online demi kebutuhan mendesak. Namun dalam hitungan minggu, mereka terseret dalam pusaran masalah yang tak mudah diselesaikan," kata Ivan.

Dia mengatakan pemerintah perlu bersikap lebih keras dalam memberantas judol. Pasalnya, judol tidak hanya memicu tindakan kriminal, tetapi gangguan psikis bagi para pelakunya. Dia menekankan pentingnya sinergi antara lembaga penegak hukum, regulator, sektor keuangan, dan pelaku industri teknologi dalam memerangi TPPU berbasis siber. Dia mengatakan penindakan tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan, tapi juga harus menyasar bandar dan pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pencucian uang digital.

“Kita tidak akan membiarkan dampak sosial dari judol ini terjadi. Nyawa yang hilang, konflik rumah tangga, usaha bangkrut, terjerat pinjaman, putus sekolah. Negara memperkuat perlindungan dengan menjaga rekening-tekening nasabah bank agar tidak disalahgunakan oleh pelaku pidana. Rekening 100 persen aman dan bisa dipergunakan kembali," kata Ivan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)