Aktivis di kapal Global Sumud Flotilla yang diserbu militer Israel. Foto: Al Jazeera
Muhammad Reyhansyah • 2 October 2025 16:47
Gaza: Pasukan Israel menaiki dan menguasai sejumlah kapal yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla, armada bantuan internasional yang berupaya menembus blokade Gaza. Aksi tersebut menarik perhatian dunia karena misi ini disebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah pengiriman bantuan laut ke wilayah Palestina.
Flotilla, yang terdiri dari lebih dari 40 kapal sipil dengan sekitar 500 aktivis, dicegat pada Rabu malam, 1 Oktober 2025. Para aktivis ditahan dan dibawa ke Israel.
Sebelumnya, otoritas Israel menyatakan akan melakukan segala cara untuk menghentikan armada tersebut, dengan alasan bahwa relawan berusaha “menembus blokade laut yang sah” klaim yang bertentangan dengan hukum internasional.
Blokade terhadap Gaza telah diberlakukan Israel sejak Hamas mengambil alih wilayah itu pada 2007. Sejak saat itu, penduduk Gaza hidup terisolasi dengan akses ketat terhadap makanan, barang, dan bantuan.
Bagaimana aksi intersepsi terjadi
Menurut penyelenggara flotilla, kapal-kapal itu dicegat sekitar 130 km dari pantai Gaza. Komunikasi diputus dan sinyal dijamming saat armada mendekati wilayah terblokade. Setidaknya 13 kapal dihentikan, dengan 201 orang dari 37 negara berada di atasnya.
Saif Abukeshek, juru bicara
Global Sumud Flotilla, menyebut 30 peserta berasal dari Spanyol, 22 dari Italia, 21 dari Turki, dan 12 dari Malaysia.
“Kami masih memiliki sekitar 30 kapal yang berusaha menghindar dari kapal militer pasukan pendudukan untuk mencapai pantai Gaza. Mereka tetap bertekad,” ujar Abukeshek, seperti dikutip
Al Jazeera, Kamis, 2 Oktober 2025.
Meski membawa hanya sebagian kecil bantuan simbolis, misi ini bertujuan membuka koridor maritim ke Gaza, di mana hampir dua tahun perang Israel telah menimbulkan krisis kemanusiaan akut.
Respons resmi Israel
Kementerian Luar Negeri Israel merilis video yang memperlihatkan seorang perempuan berseragam militer memperingatkan armada bahwa mereka mendekati zona terblokade, menegaskan bahwa bantuan harus disalurkan “melalui jalur resmi”.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyatakan para aktivis akan dideportasi setelah berakhirnya perayaan Yom Kippur pada Kamis.
“Tentara Israel telah menaiki kapal dan menahan banyak aktivis di dalamnya,” kata reporter Al Jazeera, Nida Ibrahim, dari Doha.
Video lain yang dipublikasikan Kementerian Luar Negeri Israel memperlihatkan
Greta Thunberg duduk di dek kapal dengan tentara di sekitarnya.
“Beberapa kapal Hamas-Sumud flotilla telah berhasil dihentikan dan penumpangnya dipindahkan ke pelabuhan Israel. Greta dan teman-temannya aman dan sehat,” tulis kementerian tersebut di X.
Sejak 2009, Israel menegakkan blokade laut dengan alasan mencegah penyelundupan senjata. Israel juga menuduh sebagian penyelenggara flotilla memiliki hubungan dengan Hamas, klaim yang dibantah keras para aktivis dan belum disertai bukti.
Rekam jejak intersepsi flotilla
Upaya menembus blokade Gaza melalui jalur laut bukan hal baru. Pada 2010, serangan terhadap kapal
Mavi Marmara menewaskan 10 aktivis asal Turki, memicu kecaman global, dan merenggangkan hubungan Israel-Turki.
Beberapa tahun berikutnya, flotilla yang lebih kecil pada 2011, 2015, dan 2018 juga dihentikan, dengan para aktivis ditahan dan kargo disita. Pada 2018, beberapa peserta mengaku ditaser dan dipukuli. Pada 2024, upaya kembali digagalkan baik di pelabuhan luar negeri maupun di laut lepas.
Pada Juni 2025, kapal
Madleen yang berangkat dari Sisilia dengan membawa bantuan, termasuk susu formula bayi, juga dicegat Israel di perairan internasional. Kapal itu disita dan 12 aktivis di dalamnya, termasuk Greta Thunberg, dideportasi setelah ditahan.
Misi Flotilla 2025
Global Sumud Flotilla memulai perjalanan akhir Agustus 2025 dari pelabuhan di Spanyol dan Italia, lalu singgah di Yunani dan Tunisia. Misi ini melibatkan lebih dari 50 kapal dari 44 negara, membawa ratusan relawan internasional termasuk aktivis, anggota parlemen, dan 24 warga Amerika Serikat.
Aktivis melaporkan sejumlah insiden di laut, termasuk dugaan serangan drone di dekat Malta dan Kreta yang merusak beberapa kapal. Ketika mendekati Mediterania timur, 44 kapal masih bertahan dalam konvoi. Spanyol dan Italia bahkan mengerahkan kapal angkatan laut untuk memantau dan memberi bantuan jika diperlukan.
Kecaman internasional
Langkah Israel memicu gelombang kecaman dari berbagai negara. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengutuk “intimidasi dan paksaan” Israel terhadap kapal yang membawa “warga sipil tak bersenjata dan bantuan kemanusiaan”. Setidaknya 12 warga Malaysia berada di kapal yang dicegat.
Menteri Luar Negeri Irlandia, Simon Harris, menyebut flotilla sebagai “misi damai untuk menyoroti bencana kemanusiaan” dan menyatakan kedutaan Irlandia di Tel Aviv tengah berkoordinasi dengan otoritas Israel.
Presiden Kolombia Gustavo Petro mengusir diplomat Israel dan membatalkan perjanjian dagang kedua negara, menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai “penjahat dunia” yang harus ditangkap.
Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil menuduh Israel menggunakan blokade bantuan sebagai “kelanjutan genosida dengan cara lain”. Sementara itu, Turki melalui kementerian luar negerinya mengecam intersepsi tersebut sebagai tindakan “terorisme”.