WTO Tak Punya Taring soal Tarif AS, Negosiasi Bilateral Jadi Solusi

Gedung WTO: Foto: dok WTO.

WTO Tak Punya Taring soal Tarif AS, Negosiasi Bilateral Jadi Solusi

Insi Nantika Jelita • 5 April 2025 09:42

Jakarta: Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai negosiasi langsung (bilateral) antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai solusi realistis untuk mengatasi tarif impor tinggi sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia. 

Ia meragukan efektivitas Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) dalam menyelesaikan masalah tersebut. Ini karena AS sering mengambil kebijakan sepihak yang tidak sejalan dengan aturan WTO, sehingga lembaga tersebut dianggap tidak berdaya di mata AS.

"WTO tidak lagi punya taring berhadapan dengan situasi ini. Sekarang masing-masing negara langsung bernegosiasi dengan AS. Pemerintah kita mesti segera bernegosiasi dengan AS," kata Tauhid dalam diskusi Indef Waspada Genderang Perang Dunia secara daring, dikutip Sabtu, 5 April 2025.

Negosiasi untuk mendapatkan win-win solution amat dibutuhkan Indonesia lantaran adanya ketimpangan posisi perdagangan dengan Negara Paman Sam. Tauhid mengungkapkan pangsa pasar AS bagi Indonesia mencapai 9-10 persen. Namun sebaliknya, kontribusi Indonesia terhadap perdagangan AS hanya sekitar 0,9 persen.

"Jadi dalam situasi ini memang kita jauh lebih membutuhkan Amerika," ucap dia.

Mengenai pengenaan tarif impor tinggi AS, sejumlah negara telah memberikan respons cepat. Vietnam yang dikenai tarif 46 persen, kata Tauhid, telah merespons dengan berencana mengirim delegasi mereka ke AS akhir pekan ini. Sementara, Thailand merespons dengan menyatakan akan menyesuaikan struktur tarif dengan mencari solusi yang adil melalui negosiasi. 

"Itu statement dari Menteri Keuangan Thailand (Pichai Chunhavajira). Walaupun dia menyesalkan, tapi dia mencoba menyesuaikan struktur tarif dan mencari solusi yang adil. Malaysia juga akan melakukan dialog dan negosiasi," jelas Tauhid.
 

Baca juga: Kanada Mulai Balas Tarif Trump, Impor Mobil dari AS Kena Tarif 25%
 

Negosiasi bersama ASEAN tidak efektif


Dalam kesempatan sama, Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan berpandangan Pemerintah Indonesia perlu memahami karakter Presiden AS Donald Trump yang dikatakan tidak menyukai pendekatan multilateral. Jika ada upaya yang bersifat koordinatif yang dilakukan oleh negara-negara yang terdampak atas kebijakan tarif, Trump cenderung menolak.

"Trump maunya deal-nya itu dengan bilateral. Misalnya, dengan Uni Eropa secara langsung, atau dengan negara lain seperti Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Trump ingin melakukan kesepakatan secara satu per satu," jelas dia. 

Lebih lanjut, Fadhil menilai dengan mengajukan usulan negosiasi bersama ASEAN, dianggap tidak efektif. Hal ini karena adanya perbedaan kepentingan di antara negara-negara ASEAN. 

"Soal tarif impor baru ini, saya kira memang kita harus melakukannya secara bilateral dengan Amerika," paparnya.


(Gedung WTO di Jenewa, Swiss. Foto: Xinhua/Lian Yi)
 

WTO masih pantau analisis dampak tarif Trump


Terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) WTO Ngozi Okonjo-Iweala menyampaikan pihaknya tengah memantau dan menganalisis secara cermat langkah-langkah yang diumumkan Trump mengenai tarif resiprokal AS. Katanya, banyak anggota yang telah menghubungi WTO untuk mencari solusi atas permasalahan tarif impor tinggi AS. 

"Kami secara aktif berkomunikasi dengan mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dampak potensial terhadap perekonomian mereka dan sistem perdagangan global," kata Iweala dalam keterangan resmi 

Ia menambahkan kebijakan terbaru AS tersebut akan memiliki implikasi yang signifikan terhadap perdagangan global dan prospek pertumbuhan ekonomi.

Perkiraan awal pihaknya menunjukkan dengan adanya tarif impor baru AS, ditambah dengan kebijakan yang telah diberlakukan sejak awal tahun, dapat menyebabkan kontraksi sekitar satu persen dalam volume perdagangan barang global tahun ini.

"Ini merupakan revisi turun hampir empat poin persentase dari proyeksi sebelumnya. Saya sangat prihatin terhadap penurunan ini dan potensi eskalasi menjadi perang tarif dengan siklus tindakan balasan yang dapat menyebabkan penurunan perdagangan lebih lanjut," ucap Dirjen WTO.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)