Publik Dinilai Berhak Dapat Ganti Rugi dari Megakorupsi Pertamina

Konferensi pers LBH Jakarta terkait korupsi Pertamina. Foto: MI/Tri Subarkah

Publik Dinilai Berhak Dapat Ganti Rugi dari Megakorupsi Pertamina

Tri Subarkah • 28 February 2025 13:58

Jakarta: Masyarakat dinilai berhak mendapatkan kompensasi dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero). Kerugian Rp193,7 triliun berdasarkan hitungan sementara penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai belum mengakomodasi komponen kerugian masyarakat sebagai konsumen. 

"Masyarakat berhak untuk mendapatkan pemulihan, mulai dari ganti rugi hingga kompensasi," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan di Kantor LBH Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.  

LBH Jakarta membuka pos pengaduan warga korban pertamax oplosan di Kantor LBH Jakarta. Pengaduan bisa disampaikan secara daring dan luring.

Menurut dia, pos itu dibuka untuk menampung pengaduan masyarakat dan memilah jenis pelanggaran yang terjadi dalam praktik korupsi tersebut. Setidaknya, Fadhil mengatakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan jleas telah direnggut karena praktik blending atau pengoplosan minyak jenis RON 92 (setara pertmax) dengan RON 90 (setara pertalite).

"Kemudian ada barang atau jasa yang tidak sesuai nilai tukar atau nilai tambah, yang mana itu seharusnya dijamin kualitasnya dan dijamin penyediaan bagi masyarakat," jelasnya.

Fadhil mengungkap pihaknya sudah menerima 426 pengaduan yang masuk secara daring sejak Rabu, 26 Februari 2025. Nantinya, pengaduan masyarakat yang masuk itu dibawa LBH Jakarta ke pengadilan.
 

Baca juga: Gaduh Isu BBM Oplosan, Fitra Eri Beberkan Dampaknya untuk Kendaraan

Dalam kesempatan yang sama, peneliti hukum pada Center of Economics and Law Studies (Celios) Muhamad Saleh mengatakan selama ini regulasi mengenai penegakan hukum tindak pidana korupsi lebih berfokus pada kerugian keuangan negara. Tapi, luput terhadap korban yang terdampak dari praktik penyalahgunaan kewenangan.

Celios dan LBH Jakarta mendorong skema kompensasi nasional untuk korban korupsi tata kelola minyak yang dilakukan Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan pelat merah Pertamina. Bagi Saleh, kompensasi dari hasil korupsi tersebut tidak adil jika hanya berupa kerugian keuangan negara yang nantinya masuk ke kantong pemerintah saja. 

"Karena masyarakat umumlah yang menjadi korban langsung dari dampak oplosan minyak. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan kompensasi langsung, sehingga kompensasi ini harus segera dibuat mekanismenya oleh pemerintah," ujar Saleh.

Menurut dia, penyidik Kejagung juga belum menyentuh kerugian yang dialami masyarakat dalam penghitungan sementara. Sejak kasus ini diungkap, Kejagung menyebut kerugian sementara dalam kasus tersebut mencapai Rp193,7 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)