Jakarta: Indonesia menetapkan awal Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025. Lebih dahulu ketimbang negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan perbedaan ini. Menurutnya, hal tersebut disebabkan metode penentuan awal bulan yang berbeda-beda.
Menurut Nasaruddin Umar, Indonesia menetapkan awal puasa lebih awal dibandingkan Singapura, Brunei, dan Malaysia karena adanya perbedaan dalam tingkat hilal dan elongasi (jarak sudut antara matahari dan bulan).
"Meskipun Singapura dengan Brunei, yang sama-sama kita sebagai negara Mabims, kita ada semacam hubungan berkementerian agama di Asia Tenggara, yang disingkat dengan Mabims. Ini kita agak berbeda dengan Brunei dan Singapura yang menyatakan bahwa puasa mereka itu mulai pada tanggal 2 Maret 2025. Kenapa kita lebih awal? Karena perbedaan tingkat gila dan elongasinya berbeda," kata Nasaruddin dalam keterangan yang dikutip Sabtu, 1 Maret 2025.
Ia juga menekankan bahwa meskipun negara-negara seperti Malaysia dan Brunei secara geografis berdekatan dengan Indonesia. Perbedaan sudut elongasi memengaruhi hasil rukyat.
"Jadi, walaupun Malaysia berdekatan dengan kita, Brunei berdekatan dengan kita, tapi dari garis, sudut elongasi memang sedikit berbeda, dan mereka menemukan juga gila di sana," tambahnya.
Lebih lanjut, Nasaruddin menegaskan bahwa hasil rukyat di Indonesia berlaku secara nasional. "Kami datang membahas satu layak hukum, jadi kalau ada orang yang menyaksikan hukum itu berlaku di seluruh Indonesia, meskipun di sudut saja melihatnya memang tidak disaksikan, tapi juga berlaku di seluruh, di ujung paling timur Indonesia," jelasnya.
Ia menyatakan, perbedaan awal Ramadan antarnegara bukan lah hal baru dalam dunia Islam. Faktor metode hisab dan rukyat yang digunakan, serta kriteria visibilitas hilal yang berbeda, sering menjadi penyebab utama perbedaan penetapan awal bulan Hijriah. Meskipun demikian, perbedaan ini tidak mengurangi makna ibadah Ramadan bagi umat Muslim di berbagai negara.