Ilustrasi emas batangan. Foto: Xinhua.
Jakarta: Harga emas global (XAU/USD) kembali mencetak penguatan setelah ketegangan geopolitik memanas menyusul kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pada perdagangan Rabu, 9 April 2025, emas sempat menyentuh level USD3.045, memantul dari tekanan sebelumnya setelah investor merespons berita Gedung Putih tidak akan memberikan penundaan tarif seperti yang sempat dilaporkan beberapa media.
Menurut analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha, tren emas saat ini menunjukkan sinyal penguatan yang cukup solid. Ia mengatakan kombinasi pola candlestick harian dan posisi Moving Average yang mendukung, memperkuat potensi tren bullish yang sedang berlangsung.
"Selama tidak terjadi tekanan besar dari sisi fundamental, harga XAUUSD hari ini berpotensi melanjutkan kenaikan hingga menyentuh target USD3.135," ungkap Andy dikutip dari analisis harian, Kamis, 10 April 2025.
Namun, lanjut Andy, ia juga mengingatkan jika terjadi pembalikan arah (reversal), maka harga emas bisa terkoreksi hingga level support terdekat di USD3.070.
(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
Dipicu ketegangan AS-Tiongkok
Ketegangan antara AS dan Tiongkok menjadi pemicu utama lonjakan harga emas minggu ini. Setelah Trump resmi memberlakukan tarif tambahan, Tiongkok langsung memberikan balasan dengan mengenakan tarif sebesar 84 persen untuk barang-barang asal AS, efektif mulai 10 April. Langkah ini memperkeruh suasana dan meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap dampak ekonomi global.
Pernyataan dari Sekretaris Keuangan AS Scot Bessent yang memperingatkan Tiongkok agar tidak menurunkan nilai tukar yuan sebagai bentuk perlawanan, menambah panas suasana. Ia menegaskan Tiongkok akan menjadi pihak yang paling terdampak jika ketegangan terus berlanjut. Kondisi ini membuat para investor kembali melirik emas sebagai aset perlindungan (safe haven) di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, kebijakan moneter AS juga turut mendukung penguatan emas. Data dari CME FedWatch menunjukkan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada Mei meningkat tajam dari 10,6 persen menjadi 53,5 persen hanya dalam sepekan.
Bahkan untuk Juni, peluang pemangkasan mencapai 100 persen, dengan mayoritas pasar memperkirakan penurunan sebesar 50 basis poin. Ekspektasi ini cenderung melemahkan dolar AS, yang secara historis memberi dorongan terhadap harga emas.
Meskipun demikian, pasar tetap menunggu rilis data
inflasi AS, khususnya Indeks Harga Konsumen (IHK) yang akan diumumkan pada Kamis. Jika data inflasi lebih tinggi dari perkiraan, maka dolar bisa kembali menguat dan membatasi pergerakan harga emas dalam jangka pendek.
Namun secara keseluruhan, Andy Nugraha menilai outlook emas masih cenderung positif. "Selama tensi dagang tetap tinggi dan ketidakpastian global belum mereda, emas tetap menjadi pilihan utama pelaku pasar," jelas dia.