Pengertian Sabtu Sunyi dan Maknanya untuk Umat Kristen

Jakarta: Di antara kemegahan Jumat Agung dan sukacita Minggu Paskah, tersembunyi satu hari yang tampak sunyi: Sabtu Suci atau Sabtu Sunyi. Hari ini bukan hanya jeda liturgi, tetapi ruang batin yang mendalam dalam iman Kristen.

Bagi banyak orang, hari ini bisa terasa sepi dan gelap. Apa itu hari Sabtu Suci dan makananya untuk umat Kristen? Berikut penjelasannya.
 

Sabtu Sunyi dalam Narasi Alkitab

Sabtu Suci adalah hari setelah Yesus wafat dan sebelum Ia bangkit dari kematian. Injil mencatat bahwa jenazah Yesus telah dibaringkan di dalam makam milik Yusuf dari Arimatea. Para murid dilanda duka dan kebingungan.

Tidak ada mujizat, tidak ada pengajaran. Hanya sunyi. Hari ini dicatat dalam Matius 27:59–61, Markus 15:42–47, Lukas 23:50–56, dan Yohanes 19:38–42.

Namun kesunyian itu bukan tanpa makna. Dalam tradisi Kristen, Sabtu Suci dipercayai sebagai momen ketika Kristus turun ke dunia orang mati dan menghancurkan kuasa maut. Seperti tertulis dalam 1 Petrus 3:18–19, “Kristus … telah mati sekali untuk segala dosa … Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara.”

Sabtu menjadi momen yang tak terlihat namun menentukan. Dalam keempat Injil, mereka para wanita menjadi saksi jenazah yang tetap bertahan hingga akhir. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome mencatat kehadiran mereka saat Yesus dikuburkan.

Mereka melihat di mana jenazah-Nya dibaringkan, dan keesokan harinya mereka datang kembali dengan rempah-rempah dan minyak wangi untuk mengurapi tubuh-Nya.
 

Baca Juga: 3 Tradisi Unik Merayakan Jumat Agung di Indonesia

 

Makna Sabtu Suci: Kesunyian sebagai Bagian dari Rencana Ilahi

Penulis Dhimas Anugrah dalam tulisannya di Beranda Pendeta pada Sabtu, 19 April 2025 menyebut Sabtu Suci sebagai "penyangga dan pembatas" antara derita dan kebangkitan. Yesus diam. Allah pun seolah diam. Tapi justru dalam diam itulah karya keselamatan tengah berlangsung.

“Sabtu malam kusendiri, tiada teman kunanti,” kutip Dhimas dari lagu Koes Ploes, untuk menggambarkan suasana batin para murid.

Mereka kehilangan arah, terbenam dalam kepedihan. Namun dalam iman Kristen, kesepian itu bukan akhir. Itu adalah bagian dari proses ilahi menuju hidup baru.

Sabtu Suci juga menjadi momen untuk melatih kepercayaan umat kristen kepada Allah meski Ia tampak diam.

Mazmur 23:4 mengingatkan, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.” Begitu pula Ibrani 13:5 menegaskan, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

Pada hari ini pula umat Kristen menjalankan sejumlah kegiatan rohani sebagai bentuk penghormatan dan persiapan menyambut kebangkitan. Melansir BPK Penabur, Sabtu, 19 April 2025, umat umumnya tidak mengadakan misa atau ibadah besar, sebagai bentuk penghormatan atas wafatnya Kristus. Di banyak gereja, patung dan salib ditutupi kain sebagai tanda duka.

Selain itu, umat melakukan puasa dan doa pribadi. Sebagian jemaat mengikuti ibadah Tenebrae, ibadah malam yang ditandai dengan pemadaman lilin secara bertahap, melambangkan semakin gelapnya dunia hingga wafatnya Kristus. Suasana menjadi gelap total sebelum dinyalakan kembali pada Paskah.

Sabtu Suci juga merupakan momen untuk refleksi pribadi, memperdalam pemahaman tentang kasih Allah dan membangun kesiapan rohani menyambut kebangkitan Kristus. Dalam kesendirian spiritual, umat diajak mempercayai janji Kristus dalam Yohanes 14:18: “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.”

Sabtu Suci adalah hari yang mengajarkan umat untuk tetap percaya, bahkan dalam diam dan penantian. Di tengah kesunyian, Tuhan sedang mempersiapkan kebangkitan. Sabtu Sunyi bukan hanya sisa waktu antara kematian dan kebangkitan, tapi bagian penting dari karya keselamatan. Ia adalah ruang kontemplatif di mana iman ditempa dan pengharapan dipulihkan.