Warga korban bencana alam di Blok Cigobang Kecamatan Lebak Gedong Kabupaten Lebak, Banten tahun 2020 hingga menempati rumah hunian sementara dan mendambakan rumah hunian tetap agar kehidupan mereka lebih layak. ANTARA/Mansur
Silvana Febiari • 19 November 2025 17:02
Lebak: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tertinggi kejadian bencana hidrometeorologi. Bencana-bencana tersebut meliputi banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB, Andi Eviana, mengatakan tingginya frekuensi kejadian bencana tersebut mencerminkan kerentanan ekologis dan struktural yang dipengaruhi oleh topografi pegunungan. Selain itu intensitas curah hujan yang tinggi serta aktivitas manusia yang menyebabkan degradasi lingkungan.
Melansir dari Antara, puncak bencana banjir bandang dan tanah longsor pernah melanda sejumlah kecamatan di Kabupaten Lebak pada awal 2020. Peristiwa itu merusak ratusan rumah, memutus akses infrastruktur, mengubah alur sungai, serta menelan sembilan korban jiwa.
Selain kejadian besar tersebut, Lebak hampir setiap tahun menghadapi banjir dan longsor berulang. Peristiwa tersebut menimbulkan kerugian material serta memaksa warga mengungsi.
Kondisi itu menunjukkan bahwa kerentanan lingkungan dan keterbatasan
infrastruktur drainase masih sangat besar. Hal itu memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Menurut Andi, apa yang terjadi di Lebak hanyalah satu dari ribuan bencana yang terjadi di Indonesia. Sejak awal tahun hingga 18 November 2025, BNPB mencatat 2.873 kejadian bencana, sebagian besar merupakan bencana hidrometeorologi.
.jpg)
Ilustrasi hujan. Medcom.id
Total kerugian ditaksir mencapai Rp22,8 triliun. Angka ini jauh melampaui kapasitas anggaran pemerintah yang hanya berkisar Rp3–10 triliun per tahun.
Untuk menutup kesenjangan pendanaan tersebut, pemerintah membentuk Pooling Fund Bencana sebagai instrumen pembiayaan yang terencana dan berkelanjutan bagi penanggulangan bencana.
Instrumen ini dijalankan melalui enam pilar strategis. Mulai dari pengumpulan dan pengembangan dana, penyaluran pendanaan di seluruh fase bencana, transfer risiko melalui skema asuransi, hingga peningkatan koordinasi, kemitraan, dan tata kelola.
Pada 2025, pemerintah telah menghimpun Rp7,3 triliun dari
APBN dan menghasilkan imbal hasil investasi sebesar Rp1,2 triliun. Sebesar Rp18,86 miliar dari imbal hasil itu dialokasikan untuk kegiatan prabencana dan transfer risiko melalui Asuransi Barang Milik Negara bagi objek prioritas seperti Istana Negara, sekolah, dan rumah sakit.