Audien tim penggarap film Merah Putih: One for All dengan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar. Dok X
Fachri Audhia Hafiez • 12 August 2025 10:31
Jakarta: Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Ekraf) membantah tudingan bahwa membiayai produksi film animasi Merah Putih: One For All. Termasuk ikut mempromosikan film yang tengah disorot publik itu.
"Kementerian Ekraf menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan dukungan bersifat finansial maupun fasilitasi produksi dan promosi terhadap film Merah Putih: One For All," kata pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif Kiagoos Irvan Faisal melalui keterangan tertulis, Selasa, 12 Agustus 2025.
Kementerian Ekraf, lanjut dia, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan kurasi. Apalagi meloloskan atau tidaknya sebuah tayangan film hingga ke bioskop.
"Proses kurasi dan seleksi penayangan menjadi kewenangan pihak distributor, dalam hal ini pemilik bioskop," ujar Kiagoos.
Kiagoos mengakui Kementerian Ekraf pernah menerima audiensi tim produksi Merah Putih: One For All pada 7 Juli 2025. Hal ini sesuai dengan unggahan akun X @ekraf_ri terkait audiensi yang dilakukan Perfiki selaku penggagas film Merah Putih: One For All ke Kementerian Ekraf
"Tim produksi Merah Putih: One For All melakukan audiensi dengan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar. Dalam audiensi tersebut, Wamen Ekraf memberikan sejumlah masukan untuk peningkatan kualitas film animasi tersebut," ujar Kiagoos.

Foto-foto pertemuan Kementerian Ekraf dengan tim penggarap Film Merah Putih: One for All. Sumber: Dok X Kementerian Ekraf
Dia menambahkan
Kementerian Ekraf meyakini bahwa setiap pegiat ekonomi kreatif patut diberikan ruang untuk berkarya dan kesempatan untuk berkreasi. Dengan catatan, dapat memberikan dampak positif khususnya bagi sektor ekonomi kreatif.
"Pada prinsipnya, Kementerian Ekraf berkomitmen terus mendorong ekosistem kreatif dari proses kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi dalam menghasilkan produk ekonomi kreatif yang berkualitas agar dapat mengakselarasi pasar nasional dan global melalui berbagai platform," ujar Kiagoos.
Film animasi lokal Merah Putih: One For All tengah menjadi sorotan publik setelah perilisan trailer-nya baru-baru ini. Alih-alih mendapat sambutan positif, film ini justru menuai kritik pedas dari warganet hingga praktisi industri kreatif.
Salah satu kritik terbesar tertuju pada kualitas visual yang dinilai kaku, ekspresi minim, serta detail grafis yang disebut mirip game era PlayStation 2. Banyak yang menyayangkan hasil ini, mengingat film tersebut diproyeksikan tayang di bioskop dan membawa tema nasionalisme.
Beberapa penonton membandingkannya dengan film animasi lokal lain seperti Jumbo, yang dinilai jauh lebih unggul dari segi grafis maupun storytelling.
Film Merah Putih: One for All banjir kritik
Premis Merah Putih: One For All menceritakan petualangan sekelompok anak dalam mencari bendera pusaka. Namun, alur cerita ini dianggap datar, penuh klise, dan mirip narasi iklan layanan masyarakat ketimbang film edukatif yang menyentuh hati.
Kritik juga datang pada dialog yang terdengar kaku. Banyak warganet menduga penggunaan suara berbasis AI, karena intonasi terdengar datar dan tidak sinkron dengan gerakan bibir.
Tak hanya visual dan cerita, film animasi garapan produser Toto Soegriwo juga disorot karena dugaan penggunaan aset 3D yang dibeli dari platform seperti Reallusion. Karakter dalam film terlihat memiliki kemiripan mencolok dengan model yang dijual di Content Store, sehingga menimbulkan pertanyaan soal orisinalitas.
Yang membuat publik makin terheran adalah informasi bahwa biaya produksi film ini mencapai sekitar Rp6,7 miliar. Angka tersebut dinilai tidak sebanding dengan hasil trailer yang dirilis, sehingga memunculkan tanda tanya terkait alokasi dana produksi.