Ilustrasi rempah. Foto: Pexels.
M Ilham Ramadhan Avisena • 13 October 2024 18:17
Jakarta: Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mendorong agar hasil-hasil bumi seperti tambang, perkebunan, pertanian, hingga komoditas kelautan, hingga rempah tidak lagi diekspor dalam bentuk bahan mentah, melainkan harus melalui proses hilirisasi.
"Harus kita olah, harus kita hilirisasi, supaya kita mendapat nilai tambah ekonomi dari sumber daya kita, termasuk juga di dalamnya bisa menciptakan lapangan kerja," kata Teten dikutip dari siaran pers, Minggu, 13 Oktober 2024.
Menurut Teten, penjualan komoditas mentah tak menciptakan nilai ekonomi yang tinggi. Penghiliran di sektor UMKM rempah dapat dilakukan dengan penghiliran di industri bumbu. Pasalnya rempah bisa diolah untuk masuk rantai pasok bagian industri farmasi, makanan-minuman, dan industri kecantikan.
"Rempah bisa dikembangkan dan diolah menjadi bumbu untuk masuk ke pasar dunia. Makanan Indonesia masih tertinggal bila dibanding Thailand dan Vietnam. Mereka jauh dikenal masyarakat dunia," ujar dia.
Teten mengakui, saat ini industri rempah-rempah Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan serius. Di antaranya, ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur pendukung, permasalahan akses pasar, serta pengelolaan lingkungan yang kurang memperhatikan prinsip keberlanjutan.
"Rantai suplai yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak petani rempah berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Sementara produk kita sering kali belum mencapai potensi nilai yang optimal di pasar global," jelas Teten.

(Menkop UKM Teten Masduki. Foto: dok Kemenkop UKM)
Punya potensi Rp3.000 triliun/tahun
Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok Kementerian Koperasi dan UKM Ali menambahkan, pernah ada sebuah lembaga melakukan studi yang menyebutkan bahwa dari hulu ke hilir potensi ekonomi rempah Indonesia minimal Rp3.000 triliun per tahun, namun selama ini tidak terkonsolidasi dan terekam dengan baik.
"Ada BUMN asal Tiongkok yang sudah bermain rempah di Indonesia selama 35 tahun melalui jalur yang tidak terekam secara formal. Maka, kita akan memetakan satu persatu, membuat satu ekosistem bisnis yang menjadikan koperasi dan
UMKM sebagai tulang punggungnya," kata Ali.
Ali menyebutkan, strategi dari hulu ke hilir akan disambungkan satu sama lain atau terkoneksi antara para petani di skala mikro dan kecil dengan industri sebagai offtaker di skala menangah dan besar.
Koneksi itu dinilai akan menumbuhkembangkan ekosistem bisnis rempah sehingga dapat menjamin bahwa bisnis rempah nusantara menjadi bisnis yang berkelanjutan dari sisi bahan baku, proses industri, hingga pasar. "Semua terkoneksi, sampai pada akhirnya mengarah ke kata kunci yaitu hilirisasi," ujar dia.
Ali mengungkapkan para pelaku usaha dan asosiasi rempah akan menginisiasi agar ke depan Indonesia memiliki lembaga atau badan khusus yang menangani industri rempah nusantara. "Ini untuk mencapai kejayaan rempah nusantara," ucap Ali.
Dikuasai Tiongkok
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia (DRKI) Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha mengungkapkan hasil survei yang menyebutkan total perdagangan rempah dunia hampir mencapai USD42 miliar.
Namun, kata Tjokorda, 80 persen perdagangan rempah dunia dikuasai oleh Tiongkok. Padahal, dari sisi produk dan industri rempah, Indonesia jauh lebih banyak. "Mayoritas milik kita, tapi diperdagangkan di Provinsi Yulin, Tiongkok," kata Tjokorda.
Karena itu, Tjokorda berharap proses hilirisasi di industri rempah nasional bisa berjalan, seperti yang terjadi di hilirisasi sektor tambang. "Sekarang ini, ekspor rempah kita masih barang mentah, dan itu sendiri-sendiri atau negara terlibat di dalamnya. Pelaku usahanya melakukan jual beli sendiri, dan kita tidak pernah mendapat nilai tambah dari rempah ini," tegas dia.