Kenaikan Inflasi Indonesia Sebabkan Daya Beli Pangan Bergizi Melemah

Daya beli pangan. Foto: MI.

Kenaikan Inflasi Indonesia Sebabkan Daya Beli Pangan Bergizi Melemah

Arif Wicaksono • 31 May 2024 17:23

Jakarta: Peningkatan inflasi Indonesia berdampak pada sosial ekonomi keluarga yang menyebabkan menurunnya daya beli pangan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Indonesia melonjak hingga 3,05 persen pada Maret 2024, meningkat dibandingkan Desember 2023 sebesar 2,61 persen.
 

baca juga:

Mendag Usul HET MinyaKita Naik Rp1.500 Jadi Rp15.500/Liter

Kondisi inflasi menjadi tantangan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anak sambil mengatur keuangan rumah tangga. Terlebih lagi, berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga bahan-bahan pokok seperti beras, minyak, telur dan daging ayam juga terus mengalami peningkatan. Hal ini membuat para keluarga disarankan untuk lebih berhemat saat berbelanja tanpa harus mengurangi kebutuhan pangan sehat.

Menurut peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Sulistiadi Dono Iskandar kenaikan inflasi dan harga pangan telah memberikan dampak bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama keluarga dengan tingkat pendapatan rendah. Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), terlihat semakin rendah pendapatan per kapita masyarakat, semakin rendah pula pengeluarannya untuk pangan bergizi.

Akibat inflasi dan kenaikan harga, beberapa masyarakat kurang mampu terpaksa mengurangi belanja pangan karena ingin berhemat atau mungkin memilih alternatif yang kurang bernutrisi.

"Alhasil, anak rentan terkena stunting karena kurang gizi atau anemia karena kurang zat besi," jelas dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 31 Mei 2024.

Hal ini juga menunjukkan terdapat hubungan erat antara faktor ekonomi keluarga dengan permasalahan status gizi anak. Idealnya, seorang anak harus mendapatkan makanan bernutrisi lengkap seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah.

"Sayangnya, karena kondisi ekonomi rendah, jangankan untuk memenuhi asupan gizi seimbang, untuk makan sehari-hari saja menjadi beban yang sulit," tegas dia.

Selain faktor sosial ekonomi keluarga, permasalahan gizi juga dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya standar kualitas makanan dan kesulitan masyarakat untuk menjangkau pangan bergizi.

"Inilah mengapa kurangnya keterjangkauan pangan umumnya melatarbelakangi kondisi status gizi buruk,” tambah dia.

Potensi penurunan inflasi

Peneliti LPEM FEB UI lainnya, Teuku Riefky mengatakan, Inflasi cenderung meningkat selama periode Januari hingga Maret 2024, tapi sebenarnya sudah mulai menurun sedikit ke tiga persen di April 2024.

"Kedepannya, inflasi pada kuartal kedua diprediksi akan semakin turun dan berpotensi membawa dampak positif terhadap daya beli masyarakat. Meskipun ada potensi penurunan inflasi dan perbaikan ekonomi, tentunya produk dengan harga yang lebih terjangkau," tegas dia.

Dia menuturkan masyarakat harus bisa mengambil keputusan bijak di masa sulit ini. Dia menjelaskan kebutuhan untuk makanan sehat harus menjadi nomor satu.

Terlebih lagi, menurut data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, satu dari empat anak berusia di bawah lima tahun mengalami risiko anemia. Adapun dari banyak penelitian anemia di Indonesia disebabkan oleh defisiensi besi.

Dia menuturkan asupan bergizi bukan hanya sekadar karbohidrat yang membuat kenyang, tetapi juga nutrisi yang dapat mendukung tumbuh kembang anak seperti protein, zat besi, dan nutrisi penting lainnya.

Tantangan kesehatan di Indonesia

Dokter Luciana Budiati Sutanto mengatakan anak-anak Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan utama di Indonesia seperti anemia. Padahal, pada lima tahun pertama kehidupannya, anak harus tercukupi nutrisinya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang lengkap nutrisi. Anjuran makan dengan gizi lengkap dinyatakan oleh pemerintah melalui pedoman gizi seimbang, yang terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah. Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga kecerdasan otak. Dia menuturkan zat besi bisa didapatkan dari berbagai makanan misalnya, daging merah, kerang-kerangan, ikan, hati, kacang kedelai, kacang-kacangan, dan susu yang diperkaya zat besi.  

"Makanan yang kaya akan zat besi dapat membantu mencegah anemia defisiensi besi pada anak balita. Selain itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi di usus, dapat dibantu dengan adanya vitamin C. Berdasarkan berbagai penelitian didapatkan penyerapan zat besi dalam tubuh meningkat hingga 2 kali lipat dengan adanya vitamin C. Dengan demikian, mengonsumsi susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi dan dikombinasikan dengan vitamin C akan diperoleh asupan zat besi yang lebih tinggi," tegas dia.

Sementara itu, SGM Eksplor Marketing Manager Anggi Morika Septie mengatakan di tengah tantangan ekonomi yang menggerus daya beli SGM Eksplor berusaha memberikan produk bernutrisi yang terjangkau dan mudah diakses masyarakat Indonesia. 

"SGM Eksplor merupakan susu pertumbuhan yang mengandung IronCTM, dengan kombinasi Zat Besi & Vitamin C, yang teruji klinis dapat membantu penyerapan Zat Besi hingga dua kali lipat, dilengkapi DHA 100 persen berkualitas dari Minyak Ikan Tuna. Dengan harga baru yang semakin terjangkau, kami memastikan nutrisi SGM Eksplor tetap maksimal," tegas dia yang mengatakan SGM Eksplor terus berkomitmen untuk memberikan dukungan nutrisi tepat dan berkualitas. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)