Ilustrasi TNI. Foto: Medcom.id/Kautsar.
Jakarta: Salah satu sorotan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu penambahan frasa prajurit TNI bisa ditugaskan di kementerian lembaga lain. Frasa tambahan yang berada di Pasal 47 ayat 2 revisi UU TNI diklaim sesuai sesuai aturan.
“Frasa tambahan di atas sebetulnya sudah sesuai dengan aturan perundang undangan yang ada,” terang anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin saat dikutip dari Media Indonesia, Minggu, 2 Juni 2024.
Semula, prajurit TNI aktif hanya dapat di tugaskan di 10 lembaga, yaitu Kemenkopolhukam, Sekretaris Militer, Kemenhan, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Intelejen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Basarnas , Wantanas, Lemhanas dan Mahkamah Agung.
Kemudian, dalam revisi UU TNI ditambah frasa kementrian lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif. Penempatan disesuaikan dengan kebijakan presiden.
Eks Wakil Ketua Komisi I DPR itu membeberkan presiden adalah kepala negara dan juga kepala pemerintahan plus sebagai penguasa tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Hal itu merupakan bunyi Pasal 10 UUD 1945.
Oleh karena itu, penempatan prajurit TNI aktif di kementerian lembaga mana saja oleh presiden harus dimaknai sebagai pelaksanaan wewenang konstitusional yang sah. Hal itu ditunjang dengan kemampuan akademik prajurit TNI yang sudah mumupuni.
"Kemampuan akademik para prajurit TNI saat ini juga sudah jauh berbeda jika dibandingkan 20-30 tahun yang lalu sejak UU Nomor 34 Tahun 2004 itu dibentuk," ungkap dia.
Terkait kecurigaan akan bangkitnya Dwi Fungsi ABRI, Hasanuddin mengeklaim sudah ada beragam aturan perundang-undangan yang membatasi bangkitnya kembali Dwi Fungsi ABRI. Salah satunya, Pasal 2 UU TNI yang secara jelas disebutkan bahwa TNI dilarang berpolitik praktis.
Ketentuan tersebut sangat berbeda pada era Orde Baru. Saat itu, prajurit TNI aktif bahkan dapat di tempatkan sebagai ketua partai tertentu.
"Saat ini sudah tidak boleh, aturannya jelas, TNI aktif tidak boleh berpolitik praktis," sebut dia.
Hasanuddin menuturkan dalam Pasal 47 revisi UU TNI juga dilengkapi dengan persyaratan tambahan dalam butir 3 dan 4. Isinya, penempatan prajurit TNI aktif wajib harus berdasarkan permintaan kementerian lembaga yang membutuhkan dan tunduk pada aturan yang berlaku.
"Artinya, aturan penempatan prajurit TNI sangat ketat dan tidak sembarangan," ujar dia.
Selain itu, Hasanuddin menjelaskan pengubahan ketentuan usia pensiun perwira TNI juga sudah sesuai aturan. Salah satunya Pasal 55 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Negara.
Adapun usia pensiun prajurit dalam revisi UU TNI yaitu 58 tahun diubah menjadi 60 tahun untuk kelompok perwira. Kemudian, 58 tahun untuk kelompok bintara dan tamtama.