Ilustrasi. Foto: Freepik.
Jakarta: Indonesia kian agresif memperkuat posisinya dalam industri baterai global. Langkah itu terlihat dari percepatan proyek material katoda Lithium Ferro Phosphate (LFP) yang digarap Indonesia Investment Authority (INA) bersama mitra strategis dari China dan Korea di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal.
CEO INA Ridha D.M. Wirakusumah menyebut proyek tersebut sebagai salah satu lompatan terbesar hilirisasi nasional karena menempatkan Indonesia dalam rantai pasok kendaraan listrik dunia.
“Ini merupakan salah satu fasilitas LFP terbesar di luar China. Fase pertama sudah tuntas 30.000 ton dan sudah mulai ekspor. Fase kedua dengan kapasitas 90.000 ton insyaallah dua bulan lagi selesai,” ujarnya saat ditemui di KEK Industropolis Batang, Selasa, 9 Desember 2025, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Proyek ini dibangun melalui kemitraan Changzhou Liyuan New Energy Technology dengan INA. Total investasi INA kini mendekati Rp75 triliun yang dialokasikan untuk lima sektor strategis: infrastruktur, kesehatan, energi terbarukan, digital, dan material maju.
Ridha memastikan ekspansi Fase II menelan investasi sekitar USD200 juta dan produksinya 100 persen untuk ekspor. Sejumlah pembeli besar seperti Ford, Tesla, LG, dan Stellantis disebut telah mengunci komitmen pembelian dari fasilitas tersebut.
“Di sini semuanya berorientasi ekspor. Dari teknologi, riset, sampai tenaga kerjanya ke depan akan didominasi SDM Indonesia,” katanya.
Setelah dua fase besar tersebut selesai, INA juga telah membeli lahan untuk Fase III, sebagai sinyal bahwa ekspansi industri baterai tidak akan melambat.
Menurut Ridha, percepatan ini menempatkan Indonesia sebagai pemain penting dalam industri baterai dunia. Jawa Tengah dinilai memiliki daya saing kuat dari sisi logistik, ketersediaan energi, air, dan dukungan pemerintah.
“Material mentah tersedia, listrik baik, ongkos produksi kompetitif. Investor melihat Indonesia sebagai tempat tumbuh jangka panjang,” jelasnya.
Meski teknologinya berasal dari China dan Korea, transfer pengetahuan ke tenaga kerja Indonesia disebut berlangsung pesat. INA memastikan penguatan SDM menjadi bagian dari strategi jangka panjang.
Terkait integrasi dengan industri nikel, Ridha menegaskan INA tidak ingin bergerak terlalu luas sebelum fondasi LFP berdiri dengan solid.
“Yang paling penting saat ini hilirisasi berjalan dulu. Investasi masuk, lapangan kerja tumbuh, rantai pasok terbentuk. Itu yang kami jaga dengan disiplin,” ujarnya.
Ke depan, INA menargetkan ekspansi ke hilirisasi komponen baterai lain seperti anoda dan separator, sehingga Indonesia dapat membangun rantai pasok kendaraan listrik dari hulu hingga hilir. Ridha optimistis strategi ini akan menjadikan Indonesia salah satu pusat hilirisasi terbesar di Asia.
“Ini bukan sekadar investasi. Ini adalah lompatan besar menuju kemandirian energi nasional,” tegasnya.