Tak hanya Migran Prosedural, Perlindungan Kini Menjangkau Pekerja Tanpa Dokumen

Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI) menandatangani perjanjian kerja sama dengan Direktorat Jenderal Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia-Kementerian Hak Asasi Manusia RI (KemenHAM). Foto: dok IJMI.

Tak hanya Migran Prosedural, Perlindungan Kini Menjangkau Pekerja Tanpa Dokumen

Ade Hapsari Lestarini • 20 December 2025 15:27

Jakarta: Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI) menandatangani perjanjian kerja sama dengan Direktorat Jenderal Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) bertepatan dengan Hari Migran Sedunia. Kesepakatan ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat perlindungan hak pekerja Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri.

 
Perjanjian kerja sama ditandatangani Direktur Eksekutif Yayasan IJMI Try Harysantoso dan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia Harniati. Ruang lingkup kerja sama meliputi pengembangan kebijakan antiperdagangan orang, penguatan kesadaran HAM di tingkat desa, serta pemajuan prinsip bisnis dan HAM.
 
Dari KemenHAM, penandatanganan tersebut disaksikan Direktur Penyusunan dan Evaluasi Instrumen Hak Asasi Manusia Sofia Alatas serta Tenaga Ahli Bidang Instrumen Internasional HAM Martinus Gabriel Goa.

"Penandatanganan ini diharapkan menjadi tonggak penguatan kolaborasi antara negara dan masyarakat sipil dalam memastikan perlindungan HAM yang lebih sistematis, terukur, dan berdampak nyata. Ia mengapresiasi komitmen KemenHAM dalam pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak pekerja migran," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 Desember 2025.
 
Sofia Alatas menegaskan penegakan HAM berarti memastikan pekerja migran aman dan martabatnya dihormati. Menurut dia, negara perlu memperkuat sistem serta kerja sama lintas sektor agar perlindungan tidak berhenti pada kebijakan, tetapi dirasakan langsung oleh pekerja migran, terutama mereka yang berada dalam situasi rentan.
 
Martinus Gabriel Goa menambahkan, realisasi kerja sama ini antara lain diarahkan pada pengembangan kebijakan antiperdagangan orang yang akan diusulkan menjadi undang-undang tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Selain itu, kedua pihak akan memberikan bantuan teknis untuk program desa sadar HAM serta menyusun pedoman, peningkatan kapasitas, dan studi banding terkait bisnis dan HAM.


 

Melindungi pekerja migran tanpa dokumen

 
Data global menunjukkan masih besarnya persoalan perbudakan modern. Tercatat sekitar 50 juta orang menjadi korban perbudakan modern di dunia, dengan 28 juta di antaranya berada dalam kerja paksa dan 22 juta dalam pernikahan paksa. Di Indonesia, tercatat 16,5 juta masyarakat hidup dalam kondisi kemiskinan yang terkait dengan kerja paksa dan perbudakan modern.
 
Melalui perjanjian kerja sama ini, IJMI dan KemenHAM sepakat meningkatkan koordinasi, program sosialisasi hukum, serta mekanisme pendampingan bagi pekerja migran yang menghadapi persoalan legal maupun administratif.
 
Inisiatif tersebut diharapkan dapat memperluas jangkauan perlindungan, meningkatkan kesadaran publik, dan mendorong reformasi kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan pekerja migran. Perlindungan, menurut Try, tidak hanya diberikan kepada pekerja migran yang berangkat secara resmi, tetapi juga mereka yang berangkat tanpa dokumen atau melalui jalur tidak resmi.
 
Jumlah pekerja migran Indonesia terus bertambah, dengan hampir 300 ribu orang ditempatkan sepanjang 2024. Mayoritas berasal dari daerah dan bekerja pada sektor jasa serta pekerjaan domestik yang rentan terhadap berbagai permasalahan.
 
Secara global, peningkatan jumlah pekerja migran dipicu kebutuhan ekonomi, perbedaan upah, dan peluang kerja lintas negara. Namun, ketidakstabilan ekonomi di negara tujuan kerap mempersempit lapangan kerja dan meningkatkan kerentanan pekerja migran.
 
Try mencatat peningkatan jumlah pekerja migran sejalan dengan naiknya risiko perdagangan orang. Hal itu tercermin dari lonjakan kasus TPPO pada awal 2025, dengan jumlah korban yang telah melampaui separuh total korban sepanjang 2024.
 
Pada periode Januari–Maret 2025, Polri menangani 609 kasus TPPO dengan 1.503 korban. Angka tersebut melampaui separuh jumlah korban sepanjang 2024 yang tercatat 2.179 korban dari 843 kasus dengan 1.090 tersangka.
 
Acara penandatanganan perjanjian kerja sama turut dihadiri perwakilan jaringan komunitas TPPO. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan luas terhadap upaya memperkuat ekosistem perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Ade Hapsari Lestarini)