Panji Gumilang. (MI/sumaryanto bronto)
Siti Yona Hukmana • 1 August 2023 07:57
Jakarta: Pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan penistaan agama di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan hari ini, 1 Juli 2023. Panji siap memenuhi panggilan tersebut.
"Insyaallah akan hadir sekira jam 13.00 WIB," kata kuasa hukum Panji, M. Ali Syaifudin saat dikonfirmasi, Selasa, 1 Agustus 2023.
Ali meminta awak media tertib saat meliput kedatangan Panji. Berkaca dari kedatangan Panji pertama kali dalam pemeriksaan sebagai saksi pada tahap penyelidikan Senin, 3 Juli 2023, ada dorong-dorongan dan sedikit kericuhan.
"Mohon dibantu ya biar tertib tim pengacara yang lain akan mengatur," ujar Ali.
Sejatinya, Panji diperiksa pada Kamis, 27 Juli 2023. Namun, dia absen dengan alasan sakit. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tidak bisa membuktikan keabsahan surat sakit yang diberikan pengacara. Alhasil, penyidik menjadwalkan pemeriksaan Panji pada Selasa, 1 Agustus 2023 yang sebelumnya Panji meminta dijadwalkan ulang pada Kamis, 3 Juli 2023.
Total sudah 54 saksi diperiksa penyidik, dengan rincian 38 saksi dan 16 saksi ahli. Ahli itu meliputi ahli pidana, ahli sosiologi, ahli agama termasuk ahli fiqih.
Polisi tinggal mendengar keterangan Panji terkait kasus yang dipersangkakan terhadapnya. Setelah memeriksa Panji, polisi akan menggelar perkara untuk penetapan tersangka.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.