Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Media Indonesia • 19 July 2023 12:10
Jakarta: Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suharto menegaskan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum terkait permohonan pencatatan perkawinan beda agama. SEMA itu ditujukan bagi ketua ketua pengadilan tingkat banding dan ketua pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia.
"Tujuannya jelas, untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dan itu juga merujuk pada ketentuan undang-undang (UU). Itu sesuai fungsi MA," kata Suharto melalui keterangan tertulis, Rabu, 19 Juli 2023.
Ia menyinggung Pasal 32 UU Nomor 3 Tahun 2009 mengenai MA yang menjelaskan fungsi lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu. Dalam beleid tersebut, fungsi MA disebutkan melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan di bawah MA dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
MA juga berwenang meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan. Kemudian, berhak memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada semua badan peradilan di bawahnya.
Berdasarkan dokumen SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang telah beredar, Syarifuddin mewajibkan para hakim berpedoman pada ketentuan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Menurutnya, itu sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Beleid yang dimaksud Syarifuddin berbunyi, Perkawinan dilarang antara dua orang yang: (f) mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin."
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Teguh Satyabudi menegaskan tidak akan mencatat perkawinan beda agama sepanjang tidak dikabulkan dan ditetapkan pengadilan. Menurutnya, Pasal 35 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah mengatur perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan oleh antarumat beda agama.
"Artinya perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan kecuali ada penetapan pengadilan," kata Syarifuddin.