Ditemukan di Peledakan SMAN 72 Jakut, Apa Artinya 'For Agartha'?

Ilustrasi peta fiktif Agartha. (Sampul buku Agartha, the Earth's Inner World karya Mariana Stjerna)

Ditemukan di Peledakan SMAN 72 Jakut, Apa Artinya 'For Agartha'?

Riza Aslam Khaeron • 8 November 2025 17:53

Jakarta: Ledakan terjadi di lingkungan SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat siang, 7 November 2025, saat para siswa dan warga sekitar tengah melaksanakan salat Jumat. Berdasarkan keterangan Wakil Menko Polhukam Lodewijk Freidrich Paulus, ledakan berasal dari dua titik di sekitar masjid sekolah.

Kepanikan terjadi, dan lebih dari 50 orang dilaporkan mengalami luka bakar ringan hingga gangguan pendengaran.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut terduga pelaku masih berasal dari lingkungan sekolah tersebut. Ia juga membenarkan bahwa pelaku adalah seorang pelajar dan kini tengah menjalani operasi medis.

Di lokasi kejadian, ditemukan benda mirip senjata api dengan coretan bertuliskan "14 Words. For Agartha" serta "Brenton Tarrant. Welcome to Hell."

Di tengah penyelidikan yang masih berlangsung, nama "Agartha" yang ditulis di senjata mainan pelaku menjadi perhatian tersendiri karena merujuk pada salah satu teori konspirasi yang populer di kalangan ekstremis sayap kanan global.

Lantas, apa itu Agartha dan bagaimana hubungannya dengan kelompok-kelompok ekstremis sayap kanan? Berikut penjelasannya.
 

Agartha: Antara Mitos Okultis dan Simbol Ideologi Ekstrem

Melansir buku Arktos: The Polar Myth in Science, Symbolism, and Nazi Survival karya Joscelyn Godwin tahun 1993, Agartha—atau Agharta, Agarttha, Asgartha—adalah nama yang mencuat dari persilangan antara okultisme Eropa, mistisisme Timur, dan politik ekstrem kanan abad ke-20.

Dalam mitologi esoteris, Agartha diyakini sebagai sebuah kerajaan tersembunyi di bawah permukaan bumi, lengkap dengan peradaban spiritual yang sangat maju dan teknologi yang melampaui zaman.

Keyakinan ini berakar dari narasi yang berkembang di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, dan terus diwarisi oleh berbagai kelompok, termasuk lingkaran Neo-Nazi yang mengaitkannya dengan gagasan superioritas ras Arya.


Foto: Louis Jacolliot. (Istimewa)

Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Louis Jacolliot (1837-1890), penulis Prancis yang menyebut “Asgartha” sebagai Kota Matahari yang diperintah oleh Brahmatma. Kota ini diyakini dihancurkan ribuan tahun lalu dan penghuninya menghilang ke dunia bawah tanah.

Namun, konsep Agartha menjadi lebih sistematis lewat karya Saint-Yves d'Alveydre yang mengklaim memperoleh informasi dari guru Sanskerta-nya.

Ia menggambarkan Agartha sebagai teokrasi rahasia di bawah bumi, dihuni jutaan manusia yang dipimpin oleh Brahmatma, Mahatma, dan Mahanga—tokoh spiritual yang menjaga warisan pengetahuan kuno dan kekuatan besar bernama Vril.

Akses ke kota ini, menurutnya, hanya bisa dilakukan lewat perjalanan astral.

Narasi ini diperkuat oleh Ferdinand Ossendowski yang menulis tentang “Agharti” dalam konteks Asia Tengah, serta oleh Rene Guenon yang menyebut Agartha sebagai pusat spiritual dunia yang diperintah oleh “King of the World”.


Foto: Simbol matahari hitam di lantai Wewelsburg. (Kreismuseum Wewelsburg)

Agartha juga diyakini melestarikan bahasa primordial umat manusia bernama Vattan atau Vaitan, dan berfungsi sebagai penjaga keseimbangan dunia dari kegelapan Zaman Kali Yuga.

Setelah Perang Dunia II, Agartha diserap dalam mitologi ekstrem kanan Eropa. Penulis seperti Wilhelm Landig menciptakan narasi fiksi-filosofis yang menyatakan bahwa Nazi dibimbing oleh “tangan kanan Agartha” dalam perjuangan metafisik melawan kekuatan destruktif bernama Shambhala dengan Joseph Stalin sebagai agen mereka.

Sementara itu, Miguel Serrano—seorang pendukung gagasan “Esoteric Hitlerism”—percaya bahwa ras Arya Hyperborean yang ilahi dahulu kala telah melarikan diri ke Agartha setelah bencana global, dan suatu saat akan muncul kembali sebagai penyelamat umat manusia.

Serrano juga menghubungkan Agartha dengan simbol Matahari Hitam (Black Sun), lambang okultis yang kini sering digunakan dalam simbolisme supremasi kulit putih.

Secara geografis, Agartha dikatakan berada di bawah pegunungan Himalaya atau tersembunyi di balik kutub bumi. Namun, bagi banyak penganutnya, eksistensi Agartha bersifat simbolis—sebagai representasi dunia ideal yang bersih dari dekadensi moral dan rasial.
 
Baca Juga:
Mengulik Arti 8 Istilah pada Senjata Mainan Pelaku Peledakan di Jakut
 

Nazi Melarikan Diri ke Agartha?


Gambar: Bebarapa Neo-Nazi percaya Hitler kabur ke kutub dengan UFO. (Wikimedia Commons/Alebo)

Mitos bahwa Nazi melarikan diri ke Agartha merupakan bagian dari legenda esoteris yang berkembang setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II. Gagasan ini bukanlah fakta sejarah, melainkan kombinasi antara ide mistik, simbolisme rasial, dan teori konspirasi yang tumbuh di kalangan pengikut ideologi ekstrem kanan.

Setelah perang, muncul keyakinan bahwa sebagian elite Nazi tidak hancur, melainkan berhasil melarikan diri ke pangkalan rahasia di kutub atau ke Agartha menggunakan V7 pesawat yang berbentuk UFO.

Salah satu versi populer menyebut “Aggartha Utara”—konsep yang diperkenalkan oleh Wilhelm Landig—sebagai basis bawah tanah di Kutub Utara tempat para perwira SS bertahan hidup. Pangkalan ini digambarkan sebagai versi sementara Agartha, simbol kelangsungan spiritual “Reich Keempat.”

Serrano berpandangan, Adolf Hitler tidak mati, melainkan menempuh perjalanan mistis menuju Agartha untuk bergabung dengan ras ilahi Hyperborean dan akan kembali di akhir zaman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)