Pasal Suap Tak Dilekatkan, Dakwaan Zarof Ricar Disorot

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra (kedua dari kanan) dan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso (kanan). Dok. Istimewa

Pasal Suap Tak Dilekatkan, Dakwaan Zarof Ricar Disorot

Achmad Zulfikar Fazli • 25 March 2025 21:55

Jakarta: Surat dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar menuai sorotan. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) tidak melekatkan pasal suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada surat dakwaan Zarof Ricar terkait barang bukti uang sebesar  Rp920 miliar dan 51 kilogram emas.

“Barang bukti uang senilai Rp920 miliar dan 51 kilogram emas sudah lebih terang dari cahaya, malah sengaja dibuat gelap oleh jaksa selaku penuntut umum, dengan hanya mendakwa terdakwa Zarof Ricar dengan pasal gratifikasi,” ujar ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, dalam dialog publik yang digelar di Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

Padahal, kata dia, sebagai penanggungjawab penyidikan, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah sangat memahami, Zarof Ricar tak punya kapasitas untuk mendapatkan gratifikasi. Sebab, kedudukannya bukan sebagai hakim pemutus perkara.

Bahkan, lanjut dia, diyakini terdapat meeting of minds antara pemberi dan Zarof Ricar selaku perantara penerima suap dalam kaitan dengan barang bukti uang sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas, yang bersumber dari tindak pidana. Sehingga mutlak harus diterapkan pasal suap dan TPPU terhadap terdakwa Zarof Ricar.

“Diduga terjadi dugaan tindak korupsi dalam penyidikan kasus ini,“ ucap dia.

Menurut Azmi, Jampidsus seharusnya sangat memahami keberadaan Pasal 143 KUHAP yang mewajibkan penuntut umum untuk merumuskan dakwaan dengan lengkap dan cermat.

Tetapi, kata dia, surat dakwaan Ricar Zarof dibuat tidak lengkap tanpa mengurai asal usul uang yang diduga suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas. Barang bukti itu ditemukan saat penggeledahan di kediaman Zarof Ricar, Jalan Senayan No. 8, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 
 
Padahal, saat penggeledahan, ditemukan petunjuk yang dapat didalami penyidik. Misalnya, ditemukan bukti catatan tertulis antara lain ‘titipan Lisa’’, untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024’, ‘Pak Kuatkan PN’, dan ‘Perkara Sugar Group Rp200 miliar’. 
 
“Namun alih-alih mendalami, Jampidsus Febrie Adriansyah berdalih dengan tidak masuk akal penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A. Febrie dapat dijerat dengan pasal  412 KUHP dan pasal 216 KUHP,” ujar Azmi.
 

Baca Juga: 

Jaksa Dinilai Kurang Merinci Asal Usul Gratifikasi Rp915 Miliar Zarof Ricar


Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menduga pasal suap sengaja tidak diterapkan dalam dakwaan Zarof Ricar, dengan mengandung mens rea untuk menyelamatkan para pemberi suap agar tidak menjadi tersangka. Sekaligus, diduga untuk kepentingan sejumlah pihak yang diduga sebagai pihak penerima suap.

“Penyidik pidsus Kejagung di bawah kepemimpinan Jampidsus Febrie Adriansyah disorot sering melakukan malaadministrasi secara sengaja, merekayasa kasus-kasus korupsi dengan melakukan praktik tebang pilih. Untuk mengamankan putusan atas tuntutan perkara-perkara korupsi yang dilimpahkan ke pengadilan ia perlu ‘menyandera’ Ketua MA melalui penanganan perkara Zarof Ricar,” terang Sugeng.

Menurut dia, wajar bila tidak diuraikannya asal usul sumber uang suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas dalam surat dakwaan dianggap mencurigakan. Padahal, berdasarkan informasi, sebagian sumber uang sebesar Rp200 miliar itu diduga berasal dari penanganan perkara sengketa perdata antara SGC dkk melawan MC dkk.

Menurut Sugeng Teguh Santoso, perkara PK No. 1362 PK/PDT/2024, tertanggal 16 Desember 2024 itu, terkait perkara sengketa perdata antara PT SGC dan MC, bernilai triliunan rupiah, yang pada 2010 telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraht), berdasarkan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tertanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tertanggal 19 Mei 2010, dimenangkan MC. 

Kemudian, pihak SGC melakukan perlawanan, dengan memanfaatkan azas ius curia novit. Sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara, dengan objek yang sama. Kini perkara tersebut dalam pemeriksaan di Mahkamah Agung RI, sebagaimana perkara No. 1363 PK/Pdt/2024, No. 1364 PK/Pdt/2024 dan No. 1362 PK/Pdt/2024.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)