Uji Publik Kurikulum Berbasis Cinta untuk Madrasah. Foto: Dok Kemenag.
Jakarta: Kementerian Agama (Kemenag) menggelar uji publik 'Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di Madrasah'. Kegiatan ini bagian dari proses pengembangan kurikulum yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah dengan pendekatan berbasis cinta.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Suyitno mengatakan ini merupakan pelaksanaan uji publik yang kelima. Dia berharap kurikulum ini dapat mengembalikan peserta didik pada fitrah mereka, yakni rasa cinta kepada bangsa, lingkungan, diri sendiri, dan sesama.
"Kurikulum Berbasis Cinta ini bertujuan mengembalikan pendidikan agama kepada esensinya, yakni menumbuhkan cinta dalam diri setiap individu. Kita ingin anak-anak didik kita tumbuh dengan rasa cinta yang tulus terhadap bangsa, lingkungan, diri mereka sendiri, dan sesama," ujar Suyitno dalam keterangannya, Rabu, 16 April 2025.
Suyitno juga menekankan pentingnya menjauhkan kebencian dalam pendidikan dan menegaskan rasa cinta akan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis. Menurut dia, orang yang cinta tidak akan mudah menyalahkan orang lain.
"Jika kita mencintai bangsa dan lingkungan kita, kita tidak akan mudah mengeluh atau menyalahkan pihak lain. Cinta ini harus ditumbuhkan dalam setiap aspek kehidupan kita," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) KSKK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam
Kemenag, Nyayu, menyampaikan kegiatan uji publik ini merupakan bagian dari proses panjang yang dimulai sejak Januari 2025. Uji publik telah dilakukan bertahap di berbagai lokasi dengan melibatkan peserta dari kalangan guru, pengawas, kepala madrasah, serta berbagai ormas, dan pihak terkait.
"Uji publik ini bertujuan untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak agar kurikulum yang dikembangkan tidak hanya relevan, tetapi juga dapat diimplementasikan dengan baik.
Kegiatan ini dihadiri sejumlah tokoh nasional dan cendekiawan seperti Yudi Latif, Fasli Jalal, Moh. Nuh, Alissa Wahid, serta narasumber internasional, termasuk seorang guru besar dari ANU Canberra, Australia, Eva.
Sementara itu, Yudi Latif menilai pendidikan berbasis cinta adalah pendidikan yang menumbuhkan empati, kesadaran sosial, dan saling pengertian.
"Jika setiap individu dipenuhi dengan cinta dalam proses belajarnya, mereka tidak hanya akan menjadi cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dalam bertindak dan berpikir," ujar Yudi.
Kemudian, Fasli Jalal menambahkan Kurikulum Berbasis Cinta mengajarkan untuk tidak hanya fokus pada hasil, tetapi juga pada prosesnya. Ini hal penting yang harus dipegang generasi muda.
"Ketika kita mengajarkan cinta kepada generasi muda, kita sebenarnya sedang menyiapkan mereka untuk menjadi individu yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa," ungkap Fasli Jalal.
Peserta uji publik ini terdiri dari pejabat Kementerian Agama, direktur, kasubdit, kepala madrasah, guru, serta perwakilan dari organisasi masyarakat seperti LP Maarif PBNU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah.