Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Foto: Istimewa.
Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mendorong budaya menulis dan membaca terus subur di tengah masyarakat. Ia meyakini keduanya bisa memajukan peradaban dan menjawab kebodohan.
Hal tersebut disampaikan Ibas dalam audiensi dengan penulis muda perempuan Indonesia di Gedung MPR, Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025. Ibas mendorong penulis muda Indonesia tetap eksis, bahkan mendunia.
"Membaca dan menulis adalah salah satu cara kita untuk mempertajam pikiran. Dengan membaca dan menulis kita dapat terus bekerja dan berkarya," kata Ibas melalui keterangan tertulis, Kamis, 13 Maret 2025.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat itu mengatakan menulis dan membaca adalah jalan menciptakan perubahan dan mewujudkan impian. Selain itu, jalan mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Dan pada saatnya menjadi pejuang masa kini untuk mengurangi kemiskinan serta pengangguran," ungkap dia.
Ibas mengapresiasi seluruh penulis muda hebat yang telah berkarya dan memberikan hasil nyata. Tidak hanya menuliskan dalam kata, tapi juga menjadi sosok yang memperjuangkan literasi menjadi lebih baik dalam kehidupan Indonesia.
Ia menyebut Indonesia memiliki kekayaan sastra yang luar biasa. Sebut saja karya R.A Kartini bertajuk 'Habis Gelap Terbitlah Terang' yang hingga hari ini hampir semua sastrawan dan penulis di Indonesia paham dan tahu, sosok yang menginspirasi terkait emansipasi perempuan.
“Kita juga tahu, ada Sarimin Ismail, di 1933, novelis perempuan pertama di Indonesia, yang menciptakan karya-karya menginspirasi hingga hari ini, dengan judul ‘Kalau Tak Untung’ ketika itu," sebut dia.
Eks Ketua Fraksi Demokrat itu menyebut, Indonesia tak kehabisan penulis hebat di era modern, contohnya Ayu Utami dan Dee (Dewi) Lestari. Ibas menegaskan pentingnya keberadaan penulis.
"Pramoedya Ananta Toer berkata, orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian," ucap Ibas.
Salah satu peserta audiensi, Erisca Febriani menyampaikan apresiasi. Penulis Buku Dear Nathan berharap sastrawan sebelum era kontemporer punya kesempatan dan ruang untuk dibahas dan diperkenalkan ke generasi muda.
"Saya juga berharap bahwa stigma cerita yang ditulis perempuan kurang berbau nasionalisme itu dihapus. Padahal mereka penulis perempuan juga punya peran membahas kemajuan dan pemikiran-pemikirannya," kata Erisca.
Selain Erisca, penulis perempuan lain yang hadir dalam forum ini di antaranya Meisya Sallwa, Grace Reinda, Fayanna Allisha, Nadzira Shafa Askar, dan lainnya.