Upaya Globalisasi Terjegal Kebijakan Perdagangan AS

Ilustrasi ekonomi global. Foto: RBS.

Upaya Globalisasi Terjegal Kebijakan Perdagangan AS

Husen Miftahudin • 2 April 2025 10:40

Frankfurt: Ekonom Jerman Martin Lueck mengatakan kebijakan perdagangan yang ditempuh Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan mengurangi pangsa perdagangan dalam produk domestik bruto (PDB) global dan secara signifikan membebani globalisasi.
 
"Kebijakan perdagangan yang diajukan oleh Pemerintah AS akan berdampak negatif besar pada globalisasi," ucap Lueck dikutip dari Xinhua, Rabu, 2 April 2025.
 
Data historis yang dipelajari oleh Global Change Data Lab, sebuah organisasi nirlaba di Inggris, menunjukkan adanya korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan perdagangan.
 
"Negara-negara dengan tingkat pertumbuhan PDB yang lebih tinggi juga cenderung memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dalam perdagangan sebagai bagian dari output," simpul organisasi tersebut dalam sebuah laporan yang dipublikasikan di situs webnya.
 
Lueck menjelaskan, kebijakan perdagangan AS yang baru dan dampak deglobalisasi yang ditimbulkannya akan menyebabkan pertumbuhan yang lebih lemah di sebagian besar pada Negara-negara Selatan, di antaranya banyak negara ekonomi berkembang yang telah memperoleh manfaat besar dari perdagangan bebas dan menjadi makmur di dunia yang semakin mengglobal.
 
Hal ini, pada gilirannya, berarti dengan perubahan kebijakan perdagangan yang diusulkan oleh Pemerintah AS dan efek deglobalisasi yang mungkin menyertainya, mungkin tidak hanya akan ada pertumbuhan yang lebih lemah di sebagian besar wilayah Selatan Global, tetapi juga meningkatnya risiko ketidakstabilan sosial.
 
"Jadi dampaknya kemungkinan akan jauh melampaui ekonomi, dan akan ada peningkatan risiko ketidakstabilan sosial," jelas Lueck memperingatkan.
 
Bagi Uni Eropa (UE), kebijakan perdagangan AS telah berfungsi sebagai 'peringatan'. Dampak keseluruhan terhadap Ekonomi Eropa akan negatif, dengan pertumbuhan yang lebih lemah dan harga aset keuangan Eropa yang lebih rendah.
 
Mengingat kebijakan perdagangan AS akan berdampak secara tidak proporsional terhadap negara-negara Eropa dan lebih merugikan negara-negara berorientasi ekspor, ketegangan di antara negara-negara Eropa akan meningkat.
 

Baca juga: Eropa Bersiap Balas Dendam Jika Trump 'Ngotot' Kerek Tarif


(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi turun. Foto: Freepik)
 

Pukulan telak globalisasi

 
Usulan 'Mar-a-Lago-Accord', yang digulirkan oleh Ketua Dewan Penasihat Ekonomi AS Stephen Miran, menandakan perubahan mendasar dari tatanan jangka panjang.
 
Dengan tujuan untuk mengatasi defisit anggaran berjalan dan fiskal, Pemerintah AS bermaksud untuk mendepresiasi dolar AS dan memaksa negara-negara Eropa untuk mengubah kepemilikan obligasi Treasury AS mereka menjadi obligasi abad ini dengan kupon nol, kata Lueck.
 
"Pada dasarnya, ini berarti AS meninggalkan tatanan pasca-Perang Dunia 2 selama 80 tahun," tukas Lueck.
 
Tarif pada produk baja dan aluminium serta mobil, yang telah diberlakukan oleh Pemerintah AS, juga menyebabkan masalah bagi perusahaan mobil, mesin, dan farmasi karena ketergantungan mereka yang sangat besar pada AS, yang mungkin baru permulaan. Jika Pemerintah AS melanjutkan beberapa kebijakan radikal lainnya, menurut Lueck, hal itu akan memberikan pukulan telak bagi globalisasi.
 
Kebijakan perdagangan AS malah akan menjadi bumerang dan merugikan AS sendiri. Mengutip data dari lembaga pemikir nirlaba global Conference Board, Lueck mencatat sentimen konsumen di AS mencatat penurunan bulanan terbesar dalam lebih dari empat tahun pada Februari karena konsumen memperkirakan risiko inflasi yang lebih tinggi.
 
Dalam menghadapi meningkatnya ketidakpastian kebijakan, perusahaan cenderung menunda keputusan investasi, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan produktivitas.
 
"Dalam perspektif jangka panjang, dampak negatif ketidakpastian kebijakan terhadap pengeluaran rumah tangga dan investasi perusahaan dapat memperlambat jalur pertumbuhan ekonomi AS," papar Lueck.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)