Penyusunan Regulasi Pertembakauan Diminta Libatkan Pihak Terdampak

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Penyusunan Regulasi Pertembakauan Diminta Libatkan Pihak Terdampak

Eko Nordiansyah • 28 March 2025 17:49

Jakarta: Kebijakan yang mendorong diterapkannya kemasan rokok tanpa identitas merek di Indonesia dinilai sarat intervensi asing. Penyusunan Rancangan Peraturan Kesehatan (Permenkes) sebagai peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 ini dinilai tidak melibatkan industri tembakau.

Akademisi Fisipol Universitas Negeri Surabaya, Firre An Suprapto, mengingatkan, Kemenkes tidak bisa serta-merta mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam penyusunan regulasi di Indonesia, terlebih Indonesia tidak meratifikasi perjanjian tersebut.

"Sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum atau peraturan perundangan nasional. Hal ini perlu dilihat dari berbagai sisi. Perlindungan kesehatan juga perlu mempertimbangkan sisi ekonomi, sosial dan lainnya," ujar Firre dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Maret 2025.

Ia juga mengingatkan, ada pihak yang terdampak dari regulasi yang mengekang sehingga pembuat kebijakan harus melibatkan mereka. Kemenkes sebagai lembaga yang akan mengeluarkan regulasi tersebut harus lebih aktif memberikan sosialisasi dengan melibatkan para pihak terdampak.

Firre juga menegaskan aturan turunan PP 28/2024 agar sejalan dengan Undang-undang 25/2004 yang mengamanatkan agar pelaksana kebijakan dapat menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.

"Termasuk terkait peraturan daerah (Perda) yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan (Lex superiori derogat legi inferiori)," papar Firre.
 

Baca juga: 

Keberlangsungan Industri Tembakau sebagai Sektor Padat Karya Mesti Dijaga



(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Regulasi bisa mengganggu ekonomi

Terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi menyayangkan di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini, justru ada wacana implementasi regulasi yang menyulitkan masyarakat, seperti larangan jualan rokok dengan jarak 200 meter dari wilayah Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Pemerintah tolong lah lihat realita di masyarakat.  Bagi pedagang kecil, semua peraturan ini memberatkan sekali. Ini bukan sekadar soal kehilangan pendapatan, tapi ancaman tutup usaha, ekonomi keluarga dan masyarakat hancur. Ujungnya bisa lahir konflik sosial,” ujar Anang.

Akrindo menilai, Kemenkes seolah menjadi lembaga superbody, yang overlap mengurusi sampai ranah ekonomi dan perdagangan. Begitu juga dengan kebijakan pengendalian tembakau yang dinilai mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia, sehingga harus ditinjau ulang.

“Saat ini potensi daya beli masyarakat tidak kelihatan, perlambatan ekonomi nyata terjadi. Lihat saja saat jelang peak season kali ini, tidak kelihatan denyut daya beli masyarakat. Kalau masih ada dorongan peraturan eksesif ini, pedagang yang selama ini kerja mandiri, kok justru mau dimatikan keberlangsungan usahanya?” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)