Profesor Hubungan Internasional dari Hosei University, Takeshi Yuzawa berbicara terkait ASEAN-Jepang. Foto: Metrotvnews.com
Muhammad Reyhansyah • 9 October 2025 08:48
Jakarta: Profesor Hubungan Internasional dari Hosei University, Takeshi Yuzawa, menegaskan bahwa kerja sama keamanan antara Jepang dan ASEAN terus berkembang melalui tiga pilar utama, penguatan hukum maritim dan kerja sama penjaga pantai, kerja sama pertahanan, serta kolaborasi menghadapi isu-isu keamanan baru.
Ia menyampaikan hal ini dalam kuliah umum bertajuk “Japan’s Security Cooperation with ASEAN: Evolution, Challenges, and Implications for Indo-Pacific Regional Order” di Sekretariat Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Rabu, 8 Oktober 2025.
Pilar Pertama
Kerja sama keamanan Jepang dan ASEAN berawal dari dukungan peningkatan kapasitas bagi penjaga pantai (coast guard) di sejumlah negara Asia Tenggara. Menurut Prof. Yuzawa, hal ini mencerminkan kesadaran Jepang bahwa tantangan keamanan paling mendesak di Asia Tenggara bersifat maritim.
“Kerja sama ini dimulai dengan dukungan peningkatan kapasitas untuk penjaga pantai negara-negara ASEAN,” ujar Yuzawa.
Ia menjelaskan bahwa sejak akhir 2000-an, Japan Coast Guard telah memberikan bantuan komprehensif kepada mitra-mitranya di ASEAN, termasuk penyediaan peralatan penting seperti kapal patroli, program pelatihan multi-tahun bagi personel ASEAN di Japan Coast Guard Academy, serta pengiriman ahli Jepang untuk pendampingan teknis di lapangan.
Selain itu, Jepang juga secara rutin menyelenggarakan latihan bersama antara Japan Coast Guard dan lembaga maritim negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
“Pada 2023, Jepang memberikan dua kapal patroli perikanan kepada Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia, dan baru-baru ini menandatangani perjanjian penyediaan kapal patroli lepas pantai besar untuk Indonesia,” jelas Yuzawa.
Bantuan serupa juga diberikan kepada beberapa negara ASEAN lainnya sebagai bagian dari upaya memperkuat kapasitas keamanan maritim kawasan.
Pilar Kedua
Pilar kedua dari kerja sama keamanan Jepang–ASEAN adalah pertahanan. Sejak pertengahan 2010-an, Jepang memperluas keterlibatannya dari lembaga maritim sipil menuju kerja sama pertahanan yang lebih komprehensif, termasuk transfer peralatan militer dan latihan bersama.
“Perkembangan ini dimungkinkan oleh perubahan kebijakan keamanan nasional Jepang melalui prinsip
proactive pacifism,” jelas Yuzawa.
Ia merujuk pada tiga prinsip baru transfer teknologi dan peralatan pertahanan yang diadopsi pada 2014, yang mencabut larangan ekspor senjata hampir total sejak 1967.
Di bawah kerangka hukum baru itu, Jepang menandatangani perjanjian transfer peralatan pertahanan dengan beberapa negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Singapura.
Selain itu, pada 2016 Jepang memperkenalkan Vientiane Vision, sebuah kerangka komprehensif untuk memperkuat kerja sama pertahanan dengan ASEAN, mencakup keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana (HADR), serta keamanan siber.
Kerangka itu kemudian direvisi menjadi Vientiane Vision 2.0 pada 2019, untuk menyesuaikan dengan
ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP). Prinsip yang diusung selaras dengan Doktrin Fukuda 1977, yang menekankan kerja sama hati ke hati, kesetaraan, serta keterbukaan.
Yuzawa menambahkan, Jepang juga meluncurkan inisiatif Japan-ASEAN Ministerial Initiative for Enhanced Defense Cooperation (JASMINE) pada 2023, guna mendorong kerja sama pertahanan ke tingkat baru.
“JASMINE menyoroti empat fokus: menciptakan lingkungan keamanan yang menolak perubahan status quo melalui paksaan, memperluas kerja sama pertahanan, memperkuat persahabatan antarpejabat militer Jepang dan ASEAN, serta mendukung kerja sama pertahanan antara ASEAN dan negara-negara Pasifik,” jelasnya.
Pilar Ketiga
Pilar ketiga mencakup kerja sama dalam isu-isu keamanan baru seperti penanggulangan bencana dan keamanan siber, yang kini menjadi area penting dalam hubungan Jepang–ASEAN.
Menurut Yuzawa, bidang ini relatif tidak kontroversial dan memungkinkan keterlibatan langsung lintas militer di seluruh negara ASEAN, tanpa melihat perbedaan politik atau orientasi keamanan.
Jepang telah menginvestasikan lebih dari USD40 juta melalui
Japan-ASEAN Integration Fund untuk memperkuat ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre), termasuk pembentukan Disaster Emergency Logistics System for ASEAN (DELSA) yang berfungsi sebagai pusat logistik bantuan darurat kawasan.
Selain itu, Jepang juga aktif dalam pelatihan dan latihan bersama Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR) serta mengadakan Japan-ASEAN HADR Invitation Forum yang berfokus pada edukasi dan pelatihan aspek hukum, operasional, dan teknis penanggulangan bencana.
Dalam aspek keamanan siber, Jepang dan ASEAN mengakui ancaman ransomware, spionase digital, dan kejahatan siber lintas negara yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Sejak 2018, Jepang telah mendukung pendirian ASEAN-Japan Cyber Security Capacity Building Center di Bangkok, yang melatih pejabat dari seluruh 10 negara ASEAN.
“Sebagai bagian dari inisiatif JASMINE, Jepang juga meluncurkan
Japan-ASEAN Cyber Security Cooperation Forum pada 2023 untuk memberikan pelatihan praktis bagi personel pertahanan ASEAN,” tambah Yuzawa.
Konteks Regional
Yuzawa menegaskan, pendorong utama dari intensifikasi kerja sama keamanan ini adalah ketegangan di Laut Cina Selatan, yang meningkat sejak awal 2010-an akibat aktivitas militer dan klaim sepihak Tiongkok.
“Insiden seperti
Scarborough Shoal standoff tahun 2012 dan pembangunan pulau buatan secara masif telah menantang stabilitas kawasan,” kata Yuzawa.
Baginya, kerja sama Jepang–ASEAN kini menjadi konvergensi kepentingan keamanan yang tidak pernah sekuat ini sebelumnya. Selain isu Laut China Selatan, ancaman lintas negara seperti perompakan di Selat Malaka, bencana alam, hingga serangan siber mempertegas urgensi kolaborasi keamanan yang terintegrasi.
“Kolaborasi ini bukan hanya soal pertahanan, tapi juga mencerminkan visi bersama untuk menjaga Indo-Pasifik sebagai kawasan yang damai, stabil, dan berbasis hukum internasional,” pungkas Yuzawa.