Ilustrasi, Gedung Kementerian BUMN. Foto: dok Kementerian BUMN.
Naufal Zuhdi • 28 September 2025 09:35
Jakarta: Revisi keempat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN memasuki babak krusial dengan hadirnya gagasan pembentukan Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Transformasi nomenklatur ini dipandang sebagai langkah monumental untuk memperkuat peran negara dalam mengarahkan dan mengawasi BUMN secara lebih efektif.
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan langkah tersebut bukan sekadar administratif, melainkan rekonstruksi kelembagaan yang menegaskan pengelolaan BUMN membutuhkan otoritas pengatur yang kokoh, modern, dan responsif terhadap dinamika ekonomi global.
Ia menilai penguatan kelembagaan ini sebagai jawaban atas berbagai tantangan yang selama ini dihadapi BUMN, mulai dari tumpang tindih fungsi hingga lemahnya koordinasi antar-entitas.
"Pembentukan BP BUMN adalah momentum penting untuk menata ulang arsitektur kelembagaan BUMN. Negara tidak hanya hadir sebagai pemilik saham, tetapi juga sebagai pengatur yang memastikan setiap BUMN dikelola sesuai prinsip good corporate governance, profesionalisme, dan keberlanjutan," tegas Sumarjaya dalam keterangan tertulis, Minggu, 28 September 2025.
Revisi UU ini, sambung dia, juga memberikan kewenangan tambahan bagi BP BUMN, meliputi penyusunan kebijakan strategis lintas sektor, penguatan koordinasi korporasi, hingga penataan ulang hubungan antar-holding dan anak usaha.
Baca juga: 11 Poin Krusial Diubah dalam Revisi UU BUMN |