Risiko Terus Membayangi Perkembangan Transaksi Digital RI

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Risiko Terus Membayangi Perkembangan Transaksi Digital RI

Annisa Ayu Artanti • 4 August 2024 13:13

Jakarta: Bank Indonesia menyatakan berbagai risiko tengah membayangi perkembangan transformasi digital nasional, khususnya pada transaksi ekonomi dan keuangan digital yang saat ini tengah tumbuh melesat.
 
Berdasarkan, data pada triwulan II-2024 menunjukkan transaksi digital banking mencapai 5,26 miliar transaksi, tumbuh sebesar 32,03 persen (yoy), uang elektronik meningkat 36,22 persen (yoy) dengan 3,87 miliar transaksi, serta transaksi QRIS tumbuh 226,54 persen (yoy) dengan 50,5 juta pengguna dan 32,71 juta merchant.
 
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono, pada Casual Talk dengan tema Digital Leap: Paving The Way for Economic and Finance Transformation mengatakan, ekspansi akseptasi transaksi digital tersebut diperkirakan akan semakin akseleratif dengan adanya pergeseran preferensi masyarakat dan tingginya laju inovasi digital.
 
Namun demikian, perkembangan ini mendatangkan berbagai risiko yang dapat merugikan masyarakat secara luas sehingga menuntut terobosan kebijakan dan peningkatan literasi digital masyarakat.
 
"Laju inovasi yang cepat perlu diimbangi dengan manajemen risiko, termasuk penguatan keamanan sistem serta prinsip KYC (Know Your Customer) dan KYM (Know Your Merchant)," ucap dia seperti dikutip dalam siaran pers, Minggu, 4 Agustus 2024.
 
Di sisi otoritas, penguatan harmonisasi kebijakan dan pengaturan perlindungan konsumen juga perlu terus dilakukan.
 
Baca juga: 

Transaksi Digital Masih Terkendala Infrastruktur

Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia

Doni menyampaikan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 memperkokoh manajemen risiko guna membangun ekosistem ekonomi dan keuangan digital (EKD) yang berdaya tahan, inklusif, dan berkelanjutan melalui tiga hal utama.
 
Pertama, mendorong peran aktif masyarakat tidak hanya sebagai pengguna tapi juga paham terhadap risiko transaksi digital seperti ancaman siber dan fraud, melalui program peningkatan dan pemerataan tingkat literasi digital nasional maupun daerah.
 
Kedua, dukungan dari industri dan asosiasi dalam membentuk ekosistem digital dengan mengedepankan inovasi dan investasi teknologi pengamanan infrastruktur yang berlapis untuk menangkal ancaman siber yang kian kompleks.
 
Ketiga, sinergi dan kolaborasi yang kuat antarotoritas kementerian, lembaga, dan tentunya industri serta asosiasi termasuk dalam menghasilkan regulasi yang adaptif dan melindungi masyarakat.
 
"Dengan manajemen risiko yang kuat, diharapkan peran transaksi digital dalam menopang pemulihan ekonomi semakin terakselerasi," ungakap dia.
 
Senada dengan hal tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta pada Leader's Insight Casual Talk yang mengangkat tema Apa-apa Digital, Apa-apa Cyber, Ada apa Sih?, menyampaikan derasnya laju akselerasi digital perlu diimbangi dengan literasi dan pelindungan konsumen dalam kecepatan yang sama untuk memitigasi masifnya serangan siber.
 
Sejalan dengan itu pada inisiatif infrastruktur dalam BSPI 2030, BI akan mengembangkan BI-Payment Clear sebagai skema untuk memperkuat kapasitas industri dan manajemen risiko.
 
Industri sistem pembayaran pun dituntut memperkuat TIKMI (teknologi, interkoneksi, kompetensi, manajemen risiko, dan infrastruktur teknologi) yang akan mendukung terciptanya EKD yang andal.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Annisa Ayu)