Pekerja Indonesia. Foto: Medcom.id
Jakarta: Kondisi masyarakat kelas menengah di Indonesia kian memprhatinkan. Penurunan daya beli, kesempatan kerja yang terbatas, hingga naiknya harga-harga menyebabkan kelompok masyarakat tersebut kian terhimpit. Apalagi, kelompok masyarakat itu kerap luput dari bantuan pemerintah.
Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) dalam laporannya yang bertajuk Rentannya Mesin Pertumbuhan Ekonomi menyebutkan kondisi masyarakat kelas menengah terbilang mengkhawatirkan.
Pada 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8 persen dari total populasi. Sementara, calon kelas menengah yang didefinisikan sebagai penduduk dengan kemungkinan kurang dari 10 persen untuk menjadi miskin, namun memiliki kemungkinan di atas 10 persen untuk menjadi rentan menunjukkan peningkatan konsisten setiap tahun.
Pada 2014, penduduk yang tergolong dalam kategori calon kelas menengah merepresentasikan sekitar 45,8 persen populasi atau setara dengan 115 juta jiwa. Pada 2023, angka tersebut meningkat menjadi 53,4% atau setara dengan 144 juta jiwa sehingga lebih dari separuh populasi Indonesia masuk dalam kategori calon kelas menengah.
“Namun, dari 2018 hingga 2023, ekspansi calon kelas menengah mengindikasikan adanya kemunduran dari progres tersebut. Porsi populasi rentan meningkat dan kelas menengah menyusut, yang mengindikasikan adanya pergeseran dari individu yang sebelumnya merupakan kelas menengah ke calon kelas menengah atau bahkan rentan,” terang Ekonom Makroekonomi dan Keuangan LPEM UI Teuku Riefky dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 3 Agustus 2024.
Pada 2023, mayoritas orang Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar pengeluaran untuk makanan, dengan pengecualian untuk kelas menengah dan kelas atas. Kelas menengah mengalokasikan 41,3 persen dari pengeluaran untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6 persen. Untuk calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1 pesen pada 2014 menjadi 55,7 persen pada 2023.
peningkatan pengeluaan untuk makanan
Sebaliknya, kelas menengah mengalami peningkatan pengeluaran untuk makanan, naik dari 36,6 persen menjadi 41,3 persen pada periode yang sama. Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi nonmakanan, dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan.
Pengeluaran nonmakanan, seperti untuk barang tahan lama, kesehatan, pendidikan, dan hiburan, lebih menunjukkan daya beli dan kesejahteraan ekonomi.
Pengeluaran ini cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan menunjukkan penurunan daya beli kelas menengah.
"Erosi daya beli ini menjadi mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi agregat yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” jelas Rieky.