Pasar Saham Global. Foto: Unsplash.
New York: Menurut catatan terbaru dari JPMorgan maraknya aksi buyback saham, sedikitnya penawaran ekuitas sekunder dan lemahnya pasar penawaran saham perdana (IPO) berkontribusi terhadap kekurangan pasokan saham global.
Analisis yang dilakukan oleh Analis JPMorgan Nikolaos Panigirtzoglou menunjukkan lebih dari USD1 triliun saham dikeluarkan dari pasar global setiap tahun melalui pembelian kembali saham perusahaan.
"Sepanjang tahun ini, jumlah ekuitas publik global telah menyusut sebesar USD120 miliar menandai tahun paling negatif dalam penerbitan saham baru sejak 1999," tegas dia, dilansir
Business Insider, Senin, 15 April 2024.
CEO Ritholtz Wealth Management Josh Brown mengatakan jika tidak ada lonjakan lagi dalam perusahaan baru yang melakukan IPO harga saham mengalami dorongan jangka panjang dari penurunan pasokan. Dia menuturkan selama pasokan saham global berkurang dan permintaan tetap atau meningkat maka harga saham akan terus meningkat.
"Setiap tahun, karena adanya buyback, secara global kami mengeluarkan saham senilai USD1,2 triliun dari pasar yang dapat dibeli oleh investor. Itu adalah fakta dan tidak akan berubah dan faktanya tahun ini akan naik lebih tinggi," kata Brown.
Dia menuturkan Tiongkok dan Jepang meniru apa yang dilakukan Amerika Serikat (AS) untuk memperbaiki kualitas pasar modal.
"Jadi, hal ini terjadi, dan itu akan melibatkan lebih banyak pembelian kembali yang berarti semakin sedikit tempat untuk menyalurkan uang,” kata Brown.
Ekuitas swasta
Sumber uang tunai lain yang akan digunakan untuk melahap perusahaan adalah ekuitas swasta, yang memiliki dana senilai USD2 triliun yang menunggu untuk diinvestasikan. Belum lagi dana pasar uang senilai lebih dari USD6 triliun yang pada akhirnya dapat disalurkan ke pasar saham.
"Semakin banyak perusahaan yang meninggalkan pasar. Inilah intinya. Jika tidak ada lima tahun lagi seperti 2021, setiap hal di muka bumi bisa dipublikasikan, kita tidak akan memiliki cukup penerbitan saham untuk memenuhi kumpulan modal," tegas dia.
Dia menuturkan pendorong lain bagi pasar saham termasuk berlanjutnya disinflasi, potensi penurunan suku bunga dari Federal Reserve, dan meningkatnya adopsi kecerdasan buatan.