Ilustrasi emas. Foto: Freepik.
Husen Miftahudin • 1 November 2024 14:44
Jakarta: Harga emas (XAU/USD) berbalik dari rekor tertingginya, mencapai USD2.790 pada perdagangan Kamis (31/10), namun menunjukkan tanda-tanda koreksi pada sesi berikutnya.
Penurunan ini sebagian dipicu oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, yang mencerminkan ekspektasi suku bunga yang masih akan tinggi ke depannya.
"Dengan meningkatnya suku bunga, daya tarik emas sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil pun mengalami penurunan," kata analis dari Dupoin Indonesia Andy Nugraha, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 1 November 2024.
Menurut analisis Nugraha, tren bullish emas mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, terutama berdasarkan kombinasi indikator Moving Average yang terbentuk.
Potensi koreksi ini diperkirakan akan berlanjut dengan target harga terendah harian di sekitar USD2.719. Jika harga gagal turun dan justru mengalami rebound, maka harga emas bisa kembali naik hingga mencapai USD2.755 sebagai target terdekat.
Pada Jumat ini (1/11), harga emas mundur mendekati angka USD2.750 setelah sebelumnya naik karena peningkatan peluang kemenangan calon presiden dari Partai Republik Donald Trump.
Kuatnya data ketenagakerjaan ADP AS yang dirilis pada Rabu turut menambah sentimen pasar, mengimbangi kekhawatiran yang muncul dari data Lowongan Kerja JOLTS AS sebelumnya, yang menunjukkan pasar tenaga kerja AS lebih stabil dari yang diperkirakan.
"Situasi ini mengurangi spekulasi Federal Reserve perlu menurunkan suku bunga untuk memperbaiki lapangan kerja," sebut Nugraha.
Menurut dia, probabilitas pasar menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 0,25 persen oleh Federal Reserve pada November mencapai hampir 100 persen, namun ada peluang sebesar 70 persen penurunan tersebut baru akan dilakukan pada Desember.
Menghitung peluang kemenangan Trump
Kenaikan imbal hasil obligasi AS, lanjut Nugraha, juga dipengaruhi oleh peningkatan peluang kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden AS mendatang.
Preferensi Trump untuk kebijakan pajak yang lebih rendah, tingkat pinjaman pemerintah yang lebih tinggi, serta tarif impor yang ketat diprediksi akan mendorong inflasi, sehingga The Fed mungkin mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.
Menurut data
polling dari FiveThirtyEight, peluang kemenangan Trump kini berada di angka 52 persen, dibandingkan dengan Kamala Harris yang memiliki peluang menang 48 persen.
Situs taruhan OddsChecker bahkan memperkirakan peluang kemenangan Trump sebesar 62,1 persen, sementara Harris di angka 37,8 persen.
"Meski demikian,
polling terbaru masih menunjukkan Harris unggul tipis dengan peluang menang 48,1 persen dibandingkan
Trump 46,7 persen," papar Nugraha.
(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
Selain faktor politik AS, pergerakan harga emas juga dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Kabar mengenai kemungkinan gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas serta Hizbullah turut memberikan tekanan terhadap harga emas, mengurangi permintaan
safe haven untuk logam mulia ini.
Pemerintah AS baru-baru ini mengirimkan utusan untuk menengahi kesepakatan damai di wilayah tersebut, dengan sinyal awal yang menunjukkan Israel terbuka untuk perundingan.
Menurut sumber
Bloomberg, Israel berhasil melemahkan kekuatan Hizbullah di Lebanon selatan dan mengurangi kemampuan Hamas di Gaza. Meski demikian, potensi ancaman dari Iran yang mungkin membuka front baru melawan Israel tetap menjadi faktor ketidakpastian.
Secara keseluruhan, sebut Nugraha, tren emas saat ini cenderung
bearish. Potensi penurunan hingga USD2.719 tetap terbuka selama tren ini berlanjut.
Dengan data ekonomi yang kuat dari AS, peningkatan peluang kemenangan Trump dalam pemilu, dan kemungkinan gencatan senjata di Timur Tengah, harga emas bisa tertekan dalam jangka pendek.
"Namun, perkembangan lebih lanjut di pasar tenaga kerja dan kebijakan Federal Reserve akan tetap menjadi faktor kunci dalam pergerakan emas di masa mendatang," jelas Nugraha.