NEWSTICKER

Pemprov DKI Sebut Kemarau Jadi Faktor Kualitas Udara Memburuk

Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id

Pemprov DKI Sebut Kemarau Jadi Faktor Kualitas Udara Memburuk

Media Indonesia • 9 June 2023 16:54

Jakarta: Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta buka suara terkait keluhan buruknya kualitas udara di Ibu Kota saat ini. Humas Dinas LH DKI Yogi Ikhwan mengatakan secara periodik kualitas udara Jakarta akan mengalami peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau, yaitu Mei hingga Agustus.

"Dan akan menurun saat memasuki musim penghujan pada September - Desember, hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM2,5 tahun 2019 - 2023," kata Yogi saat dikonfirmasi Media Indonesia, Jumat, 9 Juni 2023.

Konsentrasi rata-rata bulanan PM2,5 April 2023 yaitu 29,75 mikrogram/m3 menjadi 50,21 mikrogram/m3 pada Mei 2023. Namun, konsentrasi tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan Mei 2019 saat kondisi normal yaitu sebesar 54,38 mikrogram/m3.

Yogi mengatakan kualitas udara juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia pascacovid-19, yang membuat emisi kembali meningkat. Kemudian, dipengaruhi oleh faktor meteorologi yaitu curah hujan.

"Hujan akan membantu peluruhan polutan yang melayang di udara, sehingga ketika memasuki musim kemarau hal tersebut tidak terjadi," ujarnya.

Hal lain yang memengaruhi polusi udara adalah kecepatan dan arah angin. Kecepatan angin yang rendah di Jakarta menyebabkan stagnasi pergerakan udara sehingga polutan udara akan terakumulasi. Hal itu juga dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan (O3), yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang.

Ia menjelaskan pola arah angin permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2,5 di Jakarta. Kelembapan udara yang relatif tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi dekat permukaan.

Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai peningkatan suhu udara seiring peningkatan ketinggian lapisan.

"Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2,5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring," ujarnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Arga Sumantri)