Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti dalam forum bertajuk 1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism on 8% Economic Growth. Foto: Metrotvnews/Duta Erlangga
Whisnu Mardiansyah • 16 October 2025 12:33
Jakarta: Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menekankan pentingnya strategi diversifikasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekspor Indonesia. Langkah ini dinilai krusial dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Esther menyoroti ketergantungan ekspor Indonesia yang masih bertumpu pada beberapa komoditas utama. “Kita ini mainly based on komoditas, seperti sawit, batu bara, kemudian karet,” kata Esther dalam forum 1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di JS Luwansa Hotel & Convention Center, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
Strategi pertama, melakukan diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada dua negara mitra dagang utama. Selama ini, pasar ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di Tiongkok dan Amerika Serikat.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia perlu aktif mencari dan membuka pasar-pasar baru. Esther menyarankan agar pemerintah mengoptimalkan berbagai Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) yang sudah dimiliki.
“Jangan sampai FTA itu malah kita jadikan pasar. Ya, mereka menjadikan pasar di Indonesia. Kita harus terobos itu,” tegas Esther.
Diskusi 1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di JS Luwansa Hotel & Convention Center, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
FTA harus dimanfaatkan sebagai pintu masuk bagi produk Indonesia ke negara mitra. Kedua, diversifikasi produk dengan mengembangkan industri bernilai tambah tinggi. Ia menyebutkan dukungannya terhadap pengembangan industri ekonomi kreatif sebagai salah satu contoh.
“Saya sepakat nanti kalau Pak Rifqi bisa mendorong industri ekraf. Ini caranya saya mendorong industri ekraf ini supaya lebih bertumbuh,” kata Esther.
Pengembangan industri semacam ini akan menciptakan permintaan dan membuka lebih banyak lapangan kerja. Selanjutnya, kunci untuk menembus pasar ekspor baru adalah dengan bertransformasi menuju industri hijau. Banyak pasar global saat ini mensyaratkan sertifikasi keberlanjutan bagi produk yang masuk.
Esther mencontohkan, bahkan produk budaya seperti batik harus memenuhi standar keberlanjutan, mulai dari pewarnaannya hingga proses produksinya. Penerapan standar hijau menjadi keharusan agar produk Indonesia dapat bersaing di kancah global.