Tersangka kasus korupsi proyek Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) tahun 2020-2021 dengan nilai kontrak Rp68 miliar. (Ist)
Muhammad Syawaluddin • 7 February 2025 20:25
Makassar: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menyerahkan tiga tersangka kasus korupsi proyek Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) tahun 2020-2021 dengan nilai kontrak Rp68 miliar ke jaksa penuntut umum. Ketiga tersangka tersebut yaitu JRJ (Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP), SD (Penjabat Pembuat Komitmen/PPK Paket C) dan EB (Ketua Pokja Pemilihan Paket C3).
"Proses tahap II dilaksanakan di Lapas Kelas IA Makassar. Proses tahap II ini dihadiri 6 orang penyidik dan jaksa penuntut umum," kata Kasipenkum Kejati Sulawesi Selatan, Soetarmi, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 7 Februari 2025.
Soetarmi mengungkapkan dalam melaksanakan proyek tersebut, tersangka JRJ selaku Dir Cab PT Karaga Indonusa Pratama (PT. KIP) telah mengajukan Termin XI (Mc 23), dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek. Tersangka JRJ lalu meminta dan mengarahkan saksi Sardilla alias Dila selaku PM untuk mengajukan Termin 11 (MC 23), dengan menyampaikan bahwa tersangka JRJ sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut.
"Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67.171 senyatanya juga belum mencapai 61,782% melainkan hanya sebesar 53 persen," ungkapnya.
Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023, yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas, bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171%. Kemudian saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman & Pertanahan Provinsi Sulsel, diperoleh Kesimpulan, bobot dilapangan hanya sebesar 55.52%.
"Selain itu Tersangka JRJ juga telah mempergunakan uang yang bersumber termin 1 sampai dengan 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan," ungkapnya.
Tindak lanjut dari permintaan PT KIP di termin XI (Mc 23) tersebut, dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker “agar segera diproses” oleh tersangka SD selaku PPK C3 kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT KIP dengan alasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.
Tersangka SD lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan (BA Tingkat Kemajuan Fisik, BA Penyelesaian Pekerjaan, Berita Acara Pembayaran, Kwitansi Pembayaran, dan SPTJB) sebagai kelengkapan pembayaran, yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas tetapi semua atas perintah tersangka SD.
"Padahal oleh Tersangka SD selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik dilapangan, sehingga seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti," ungkap dia.
Soetarmi, menjelaskan, saat pembuktian kualifikasi EB selaku ketua pokja pemilihan paket C3 sengaja tidak memeriksa/meneliti keabsahan dan kebenaran dari data pengalaman kerja PT. Karaga Indonusa Pratama (PT KIP).
EB hanya mensyaratkan referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat dibuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut, yakni dengan cara membuat Undangan Klarifikasi No.BP2JK/Pokja-PPW2/F/14 tanggal 17 Januari 2020 perihal Klarifikasi Kualifikasi Peralatan Utama, Personil Manajerial dan Harga Timpang.
"Yang pada pokoknya untuk pengalaman pekerjaan PT. KIP disyaratkan hanya membawa referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat membuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut," tegasnya.
Padahal pekerjaan PembangunanJaringan Pipa Air Limbah Gatot Subroto yang dijadikan sebagai data pengalaman oleh PT. KIP senyatanya sampai pelelangan Paket C3 selesai bahkan sampai penandatangan kontrak paket C3 (27 Februari 2020), pekerjaan pemasangan jaringan pipa air limbah Gatot Subroto tersebut belum selesai dilaksanakan oleh PT KIP di PD Palijaya sesuai BAST Pekerjaan Tahap I/PHO No.761/1/712.8 tanggal 4 Mei 2020.
Menurut Soetarmi, akibat perbuatan ketiga tersangka menyebabkan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pengerjaan sebesar 54,20 persen.
"Sehingga, merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik dilapangan, senilai Rp8 miliar," ujarnya.
Akibat perbuatannya, ketiganya disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
“Setelah serah terima tersangka dan barang bukti, Tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar,” kata Soetarmi.