Gedung MPR, DPR, dan DPD. Foto: MI/Bary Fathahillah
Eko Nordiansyah • 17 January 2025 10:12
Jakarta: Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengkritik keras kebijakan penambahan jumlah reses di DPD RI. Pasalnya pada rentang bulan Oktober hingga Desember 2025, masa reses DPD yang seharusnya satu kali, bertambah menjadi dua kali.
Keputusan untuk menambah jumlah reses dari empat kali menjadi lima kali pada tahun persidangan terakhir dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan dapat berujung pada pelanggaran prinsip pengelolaan keuangan negara. Sebab, masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR.
“Saya kira, selain melanggar UU MD3, penambahan reses ini tentu akan memberikan tekanan yang berat kepada APBN kita. Ini mencerminkan para pembuat kebijakan di DPD tidak memiliki sense of crisis,” kata Hardjuno di Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025.
Hardjuno menegaskan, uang pajak rakyat yang dipakai untuk membiayai penambahan reses anggota DPD RI ini sangat besar. Bahkan angkanya mencapai miliaran rupiah.
“Kita tahu uang reses yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD cukup besar. Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang 350 juta rupiah sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang. Jadi dikalikan saja, berapa uang APBN yang terkuras untuk penambahan reses DPD RI ini,” tegas Hardjuno.
Baca juga:
Ngotot Ingin Zakat Dipakai untuk MBG, Ketua DPD Dorong Baznas hingga NU Mengkajinya |