Ilustrasi polusi udara. Foto: MI/Usman Iskandar.
M. Iqbal Al Machmudi • 14 June 2025 11:43
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengawasi ketat 4.000 cerobong asap industri di 48 kawasan Jabodetabek. Hal itu dilakukan untuk menekan polusi udara.
"Ada 4 ribu lebih cerobong yang harus kita tangani," kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 14 Juni 2025.
Tak hanya cerobong asap, KLH bakal mengawasi sumber polusi lainnya. Seperti pembakaran sampah dan kegiatan konstruksi.
"Kemudian pembakaran sampah ataupun illegal burning yang berkontribusi sampai 14 persen. Kemudian baru kegiatan konstruksi yang sekitar 13 persen," ungkap dia.
Hanif menyampaikan KLH akan mendeklarasikan sikap melawan polusi udara. Deklarasi dilakukan bersama Gubernu DKI Jakarta Pramono Anung dan kepala daerah di Jabodetabek.
Hanif memaparkan sumber pencemar udara di Jabodetabek, mengacu hasil kajian gas buang emisi kendaraan bermotor, yaitu 32-41 persen pada musim hujan berdasarkan kajian KLH. Lalu, 42-57 persen pada musim kemarau.
Kemudian emisi industri, terutama yang berbahan bakar batubara 14 persen; emisi pembakaran sampah ilegal dan pembersihan lahan pertanian yaitu 11 persen pada musim hujan dan 9 persen pada musim kemarau; debu konstruksi bangunan yaitu 13 persen; dan aerosol sekunder sebesar 6-16 persen pada musim hujan dan 1-7 persen pada musim kemarau.
Data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) menunjukkan kecenderungan terjadinya nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada kategori Tidak Sehat di beberapa wilayah Jabodetabek.
Diberitakan sebelumnya KLH/BPLH menghentikan operasional 2 industri peleburan besi dan pengolahan ban serta aki bekas di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebab, terindikasi menyebabkan pencemaran udara.
"Kami pasang segel terhadap seluruh areal ini dan tidak diperkenankan dioperasionalkan areal ini sampai proses hukum selesai," sebut dia.
Dua industri tersebut terbukti turut berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara di Jabodetabek. Salah satunya karena sarana pembakaran tidak dilengkapi dengan gas kolektor dan fasilitas untuk penanganan gas buang.