Mantan Presiden Yoon Suk yeol dimakzulkan. Foto: Yonhap
Seoul: Dinamika politik Korea Selatan (Korsel) kembali terguncang menjelang pemilu presiden mendadak yang dijadwalkan pada 3 Mei 2025, setelah Mahkamah Agung Korea Selatan membatalkan putusan sebelumnya yang membebaskan Lee Jae-myung dari dakwaan pelanggaran undang-undang pemilu.
Dalam waktu bersamaan, dua tokoh penting pemerintahan sementara, yakni Perdana Menteri Han Duck-soo dan Menteri Keuangan Choi Sang-mok, mengundurkan diri, memicu kekosongan kepemimpinan di tengah kondisi nasional yang tidak stabil.
Menteri Pendidikan Lee Ju-ho kini ditunjuk sebagai presiden sementara, menjadi pejabat ketiga yang mengisi posisi tersebut sejak pemberlakuan darurat militer pada Desember tahun lalu. Sebelumnya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol dicopot dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi karena upaya singkat menerapkan darurat militer, yang memicu pemilu presiden dini.
Ancaman terhadap pencalonan Lee Jae-myung
Dalam perkembangan yang mengejutkan, Mahkamah Agung memutuskan bahwa Lee Jae-myung, tokoh utama dari Partai Demokrat yang mendominasi berbagai jajak pendapat, telah membuat "pernyataan palsu" selama kampanye presiden 2022.
Putusan tersebut membatalkan vonis bebas dari pengadilan sebelumnya dan mengembalikan perkara ke pengadilan banding untuk dijatuhi vonis yang sesuai.
“Pernyataan terdakwa dinilai sebagai informasi yang tidak benar terkait isu penting, yang dapat mengaburkan penilaian pemilih mengenai kelayakan kandidat untuk menduduki jabatan publik,” tegas Ketua Mahkamah Agung Jo Hee-de dalam amar putusannya, seperti dikutip
Channel News Asia, Jumat 2 Mei 2025.
Jika pengadilan banding memutuskan Lee bersalah, ia dapat kehilangan hak untuk mencalonkan diri selama lima tahun. Meskipun Mahkamah Agung mengambil keputusan secara cepat, hanya sebulan setelah jaksa mengajukan banding tidak ada batas waktu bagi pengadilan banding untuk mengeluarkan putusan akhir. Proses tersebut biasanya memakan waktu berbulan-bulan, dan belum jelas apakah keputusan akan keluar sebelum hari pemungutan suara.
Lee Jae-myung, yang kini menghadapi beberapa proses hukum lainnya, menyatakan bahwa dirinya tidak menyangka putusan akan berbalik arah, namun berkomitmen untuk tetap mengikuti aspirasi rakyat.
Menurut survei Gallup Korea tanggal 25 April, Lee masih menjadi kandidat favorit dengan dukungan 38 persen, disusul oleh Han Dong-hoon dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) dengan 8 persen, dan Han Duck-soo dengan 6 persen.
Gejolak pemerintahan sementara
Krisis kepemimpinan kian dalam ketika Han Duck-soo, yang sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri sekaligus presiden sementara, mengundurkan diri pada Kamis untuk bersiap mencalonkan diri dalam pemilu.
Han, yang pernah diskors dari jabatannya pada Desember karena menolak melantik tiga hakim konstitusi pilihan parlemen oposisi, sempat dipulihkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 24 Maret.
Seharusnya, posisi presiden sementara kembali dijabat oleh Menteri Keuangan Choi Sang-mok. Namun, Choi justru menyatakan pengunduran dirinya beberapa saat setelah parlemen memulai kembali proses pemakzulan terhadapnya atas sejumlah keputusan saat ia menjabat sebagai presiden sementara.
Dalam pernyataannya, Choi menyampaikan permintaan maaf karena tidak dapat melanjutkan tugas di tengah situasi ekonomi yang sulit di dalam negeri maupun internasional, termasuk tantangan akibat tarif dari Amerika Serikat.
Dengan kedua tokoh tersebut mundur dari pemerintahan, tanggung jawab berpindah ke Menteri Pendidikan Lee Ju-ho, sesuai aturan hukum yang berlaku. Ia langsung menginstruksikan militer untuk tetap waspada dan menegaskan komitmennya menjalankan pemerintahan secara stabil.
“Penting untuk memastikan pelaksanaan pemilu presiden yang adil dan tertib,” ujarnya, sebagaimana dilaporkan media setempat.
Lee, 64 tahun, dikenal sebagai ekonom dan akademisi, dan kini menjadi figur penting yang menjembatani transisi pemerintahan menjelang pemilu.
Kritik terhadap putusan pengadilan
Putusan Mahkamah Agung menuai respons keras dari Partai Demokrat. Seorang juru bicara menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan menggantikan Lee sebagai kandidat, menegaskan bahwa partai tetap solid mendukung pencalonannya meski berada dalam tekanan hukum.
Sementara itu, pengamat politik Shin Yul dari Universitas Myongji menilai bahwa putusan ini merupakan pukulan serius bagi Lee dan partai berhaluan liberal tersebut.
“Pengadilan banding memang akan menentukan nasib pencalonan Lee, tetapi Mahkamah Agung secara implisit telah menyatakan ia bersalah. Ini bisa memengaruhi sikap pemilih moderat yang jumlahnya sekitar 10 persen,” jelas Shin.
Dengan waktu yang semakin sempit menuju hari pemungutan suara, ketidakpastian hukum terhadap Lee Jae-myung dan kekosongan kepemimpinan di pemerintahan menambah kerumitan bagi Korea Selatan, yang tengah menghadapi tekanan ekonomi dan tantangan geopolitik.
(Muhammad Reyhansyah)