Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Indonesia Meningkat

Anggota DK OJK Friderica Widyasari Dewi bersama Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono. Foto: dok Humas OJK.

Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Indonesia Meningkat

M Ilham Ramadhan Avisena • 3 May 2025 13:09

Jakarta: Indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia mengalami peningkatan pada 2025. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan nasional naik dari 65,43 persen pada 2024 menjadi 66,46 persen pada 2025. Sementara indeks inklusi keuangan naik dari 75,02 persen menjadi 80,51 persen.

"Jika dihitung berdasarkan cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), angka indeks literasi keuangan bahkan mencapai 66,64 persen, sedangkan inklusi keuangan nasional naik hingga 92,74 persen," ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Sabtu, 3 Mei 2025.

Meskipun capaian nasional mengalami peningkatan, Ateng menyoroti indeks literasi dan inklusi keuangan berbasis layanan syariah masih tertinggal jauh dibandingkan layanan konvensional. Pada 2025, literasi keuangan syariah tercatat hanya 43,42 persen, dan inklusi syariah berada di angka 13,41 persen. Padahal, untuk layanan konvensional, angka literasi keuangan mencapai 66,45 persen dan inklusi keuangan 79,71 persen dalam metode keberlanjutan.

Ateng menjelaskan, survei SNLIK 2025 menggunakan desain metodologi yang ketat dan terstruktur dalam empat tahap. Prosesnya dimulai dengan pemilihan kabupaten/kota sebagai unit sampel, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan blok sensus di masing-masing wilayah. 

Dari setiap blok, dipilih 10 rumah tangga, dan dari setiap rumah tangga ditentukan satu responden berusia antara 15 hingga 79 tahun yang dianggap eligible. Total responden mencapai 10.800 orang, dengan tingkat respons mencapai 99,56 persen.

"Survei ini dilaksanakan secara door to door oleh 375 petugas lapangan dan diawasi oleh 121 pengawas, menggunakan perangkat digital. Pelaksanaannya berlangsung dari 13 Januari hingga 11 Februari 2025, mencakup 120 kabupaten/kota di 34 provinsi," papar Ateng.

Ia juga menekankan sampel tersebar proporsional mengikuti distribusi penduduk, sehingga jumlah terbesar berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra.

SNLIK 2025 menyajikan dua indikator utama, yaitu indikator keberlanjutan yang memungkinkan perbandingan dengan data 2024 karena menggunakan variabel yang sama, serta indikator cakupan DNKI yang memasukkan lebih banyak sektor seperti BPJS, koperasi simpan pinjam, hingga aset kripto.

"Dengan dua pendekatan ini, kita bisa melihat perkembangan yang konsisten sekaligus menangkap realitas terkini yang lebih luas," terang Ateng.
 

Baca juga: Literasi Keuangan Dorong Generasi Cerdas Finansial


(Ilustrasi literasi/inklusi keuangan. Foto: dok Sekolah Auliya)
 

Peningkatan literasi dan inklusi keuangan belum merata


Di kesempatan yang sama, Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan, peningkatan literasi dan inklusi keuangan belum merata. 

Wilayah perkotaan mencatat indeks literasi keuangan sebesar 70,89 persen, lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang hanya 59,60 persen. Untuk inklusi keuangan, perkotaan mencapai 83,61 persen, sementara perdesaan 75,70 persen. "Kesenjangan ini perlu menjadi perhatian khusus dalam perumusan program edukasi keuangan ke depan," kata Friderica.

Ia juga menyebutkan perbedaan capaian berdasarkan gender, di mana laki-laki mencatat indeks literasi lebih tinggi, yaitu 67,32 persen dibanding perempuan, 65,58 persen. Namun, perempuan sedikit unggul dalam inklusi keuangan dengan 92,89 persen, berbanding 92,58 persen untuk laki-laki. Berdasarkan usia, kelompok 18-50 tahun menjadi penopang utama literasi dan inklusi, sedangkan kelompok usia di bawah 18 dan di atas 50 tahun cenderung tertinggal.

Friderica menambahkan, literasi dan inklusi keuangan juga meningkat seiring tingkat pendidikan. "Masyarakat dengan pendidikan perguruan tinggi mencatat literasi 90,63 persen dan inklusi hingga 99,1 persen," ujarnya. 

Dari sisi pekerjaan, kelompok profesional, wirausaha, dan pensiunan menunjukkan indeks tertinggi, sementara petani, nelayan, dan masyarakat yang belum bekerja mencatat angka terendah.

"Data ini penting sebagai dasar pengambilan kebijakan dan desain program edukasi keuangan yang lebih inklusif, tepat sasaran, dan mempertimbangkan karakteristik wilayah serta kelompok masyarakat," beber Friderica.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)