Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Tiongkok Xi Jinping saat berjabat tangan di Beijing, 10 November 2024. (BPMI Setpres)
Harianty • 21 June 2025 16:07
Jakarta: Hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok merupakan salah satu poros utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, relasi strategis kedua negara diperkirakan akan terus berlanjut dan bahkan diperkuat, dengan tetap mengedepankan prinsip kedaulatan nasional dan kebijakan bebas aktif.
Sejak ditingkatkan menjadi Comprehensive Strategic Partnership pada 2013, kerja sama Indonesia–Tiongkok telah mencakup bidang perdagangan, investasi, infrastruktur, hingga pariwisata. Tahun ini menjadi tonggak sejarah: peringatan 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Di tengah ketegangan global, kemitraan ini tampil sebagai pilar stabilitas dan peluang ekonomi.
Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping telah bertemu dua kali pada tahun lalu, bahkan sebelum Prabowo resmi menjabat. Kunjungan resmi Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang ke Indonesia pada April 2025—atas undangan Prabowo—juga menjadi simbol eratnya hubungan. Dalam kesempatan tersebut, berbagai nota kesepahaman ditandatangani, menandai arah baru kerja sama bilateral yang lebih mendalam.
Sebagai mantan Menteri Pertahanan, Prabowo membawa pendekatan strategis dalam hubungan luar negeri. Ia memuji Tiongkok sebagai mitra negara-negara berkembang, namun juga menekankan pentingnya kemandirian nasional. Indonesia akan tetap menjaga hubungan erat dengan Tiongkok, tapi tidak dengan mengorbankan prinsip nonblok dan kepentingan strategis nasional.
Salah satu indikator komitmen ini terlihat dalam kunjungan pertama Prabowo ke Tiongkok hanya beberapa minggu setelah dinyatakan menang dalam pemilu. Langkah cepat ini menyampaikan pesan jelas: Tiongkok tetap prioritas dalam diplomasi Indonesia, sekaligus menunjukkan kesinambungan dari era Presiden Jokowi.
Secara ekonomi, kerja sama kedua negara tetap impresif. Volume perdagangan bilateral tahun 2024 mencapai USD 147,8 miliar, naik 6,1% dari tahun sebelumnya. Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar Indonesia selama 11 tahun berturut-turut. Investasi langsung Tiongkok juga signifikan, mencapai USD 8,1 miliar dan masuk tiga besar sumber FDI.
Namun, pendekatan Prabowo tidak akan sepenuhnya lunak. Isu perairan Natuna Utara dan ketegangan di Laut China Selatan tetap menjadi perhatian. Meski Indonesia bukan negara pengklaim, pelanggaran oleh kapal asing di wilayah ZEE Indonesia memerlukan respons yang tegas. Dalam konteks ini, penguatan pertahanan maritim kemungkinan akan ditingkatkan.
Di tengah rivalitas Tiongkok–AS yang kian tajam, posisi Indonesia sebagai kekuatan menengah di Asia Tenggara menjadi sangat strategis. Tantangan terbesar bagi Prabowo adalah menjaga relasi yang produktif dengan Tiongkok tanpa terjebak dalam ketergantungan struktural. Hubungan ini harus dikelola secara cerdas: terbuka untuk kerja sama, namun tetap awas terhadap kepentingan jangka panjang.
Baca juga: Hubungan Indonesia-Tiongkok Masuki Tahun ke-75, Menlu RI: Tonggak Bersejarah