Putusan KPU Dinilai Hambat Munculnya Calon Baru

Komisi Pemilihan Umum. Foto: Dokumen Medcom.id

Putusan KPU Dinilai Hambat Munculnya Calon Baru

sri • 5 September 2024 19:44

Jakarta: Pakar pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai salah satu penghambat bagi pendaftaran calon baru di masa perpanjangan pendaftaran adalah Keputusan KPU Nomor 1229 Tahun 2024. Keputusan tersebut mengharuskan partai yang hendak mengubah dukungannya untuk memperoleh kesepakatan dengan anggota koalisi partai yang lama.

Kesepakatn itu dalam rangka mendapatkan persetujuan tertulis untuk keluar atau berpisah dari koalisi calon tunggal. Kebijakan itu diambil untuk mengusung calon yang baru.

"Hal tersebut jelas tidak logis. Tentu koalisi lama pasti akan menghambat hadirnya penantang atau calon baru yang bisa jadi lawan mereka. Kalaupun disepakati dan mendapat persetujuan, hal itu bisa saja menimbulkan kecurigaan publik sebagai upaya untuk membentuk calon boneka karena merupakan hasil kesepakatan dengan koalisi calon tunggal," kata Titi saat dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 5 September 2024.

Titi menilai ketentuan tersebut praktis merugikan calon yang baru. Kebijakan perpanjangan pendaftaran dinilai bakal sia-sia karena harus mendapat persetujuan dari koalisi.

"Untuk apa dibuka. Mestinya, koalisi berjalan alamiah saja. Kalau ada partai yang ingin pisah jalan di masa perpanjangan pendaftaran, biarkan berpisah jalan atau mengubah dukungan dengan apa adanya," ungkap dia.
 

Baca juga: 41 Daerah Dipastikan akan Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024

Dia mengatakan KPU tidak pernah memberlakukan aturan serupa itu yang tidak masuk akal pada pilkada sebelumnya. Ketentuan tersebut dinilai menghambat lahirnya konstelasi politik baru di daerah bercalon tunggal.

Selain itu, bagi daerah-daerah yang tetap lanjut dengan calon tunggal, hal itu tak lepas dari kuatnya petahana baik dari sisi modal politik, sosial, dan kapital. Sehingga partai lebih memilih pragmatis dan mendukung calon dari pada memajukan calon namun dikalkulasikan pasti kalah dan harus keluar ongkos politik yang tidak sedikit.

"Perhitungan politik tersebut sama sekali tidak memperhitungkan fungsi partai sebagai instrumen kaderisasi dan rekrutmen politik yang mestinya diperankan dengan baik oleh parpol," sebut dia.

Alasan lain adalah sentralisasi pencalonan dengan rekomendasi parpol di tingkat pusat. Hal itu membuat partai di tingkat daerah sulit untuk mengambil keputusan berbeda dengan DPP mereka. 

Apalagi jika ada tukar guling kesepakatan pencalonan sesam parpol antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com