Blinken Sebut Serangan Israel di Rafah Tak Akan Lenyapkan Hamas

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Foto: Anadolu

Blinken Sebut Serangan Israel di Rafah Tak Akan Lenyapkan Hamas

Medcom • 13 May 2024 17:39

Washington: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan serangan besar-besaran Israel di kota Rafah, Gaza akan memicu anarki tanpa melenyapkan Hamas. 

Blinken memberikan pernyataan tersebut pada Minggu, 12 Mei 2024 ketika Washington meningkatkan kampanye tekanan terhadap serangan semacam itu.

Sementara itu, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan menekankan kekhawatiran Washington mengenai serangan tersebut dalam percakapan telepon dengan mitranya dari Israel, Tzachi Hanegbi.

“Sullivan menegaskan kembali kekhawatiran lama Presiden (Joe) Biden atas potensi operasi darat militer besar-besaran di Rafah, tempat lebih dari satu juta orang berlindung,” tulis pernyataan Gedung Putih dalam percakapan telepon tersebut, dikutip dari Malay Mail, Senin, 13 Mei 2024.

Hanegbi juga mengonfirmasi bahwa Israel mempertimbangkan kekhawatiran AS. Namun, tidak ada kejelasan lebih lanjut.
Pemboman Israel bagian timur Rafah telah menyebabkan 300.000 warga Gaza mengungsi.

AS dan negara-negara lain, serta para pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan bahwa serangan besar-besaran terhadap Rafah dapat menimbulkan dampak buruk terhadap ribuan pengungsi yang terpaksa mengungsi ke sana akibat pertempuran tempat lain di Gaza. Banyak dari mereka hidup dalam kondisi yang menyedihkan.

Di sisi lain, Israel mengatakan pihaknya berupaya meminimalkan korban sipil Palestina.

Namun, Blinken menyetujuinya ketika ditanya dalam acara Face the Nation di CBS terkait pendapat AS dengan pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa pasukan Israel telah membunuh lebih banyak warga sipil dibandingkan pejuang Hamas sejak perang dimulai.

“Ya, kami setuju,” ucap Blinken.

Potensi kerusakan besar

Menlu AS itu mengatakan, invasi besar-besaran bisa terjadi berpotensi menimbulkan dampak yang sangat tinggi. Bahkan, serangan besar-besaran di Rafah tidak mungkin mengakhiri ancaman Hamas.

“Israel berada dalam jalur yang berpotensi mewarisi pemberontakan dengan banyaknya anggota Hamas bersenjata yang tersisa atau jika Israel meninggalkannya, kekosongan tersebut akan diisi oleh kekacauan, diisi oleh anarki dan mungkin akan diisi ulang oleh Hamas,” jelas Blinken.

Blinken juga menegaskan kendali yang diberikan Presiden Biden terhadap senjata Israel ketika AS terus menekannya untuk lebih melindungi warga sipil dan menghindari invasi besar-besaran ke Rafah, terbatas dengan 3.500 bom berkapasitas tinggi.

Ia mengatakan AS terus menekan para pemimpin Israel untuk memberikan rencana bagi Gaza setelah perang berakhir.

“Kami telah berbicara dengan mereka tentang cara yang jauh lebih baik untuk mendapatkan hasil yang bertahan lama,” kata Blinken dalam acara Meet the Press di NBC.

Diplomat AS itu mengatakan militan Hamas telah kembali ke wilayah tertentu di Gaza utara yang telah dibebaskan oleh Israel.

Pada Minggu, Israel menyerang Gaza dan pasukannya memerangi militan di beberapa wilayah yang dikuasai Hamas.

Kementerian kesehatan setempat mengatakan jumlah korban yang tewas dalam perang tersebut telah melebihi 35.000 orang.

Blinken mengatakan Israel kemungkinan besar telah melanggar norma-norma hukum internasional dalam penggunaan senjata AS ketika ditanya mengenai laporan Departemen Luar Negeri yang dikeluarkan Jumat.

“Masih terlalu sedikit bukti yang menjamin penghentian semua dukungan militer,” tuturnya.

Baginya, kondisi perang yang kacau dan berbahaya sangat menyulitkan dalam menentukan keadaan yang sedang terjadi atau senjata yang digunakan dalam tindakan tertentu secara pasti.

Bahkan, Partai Republik sangat kritis terhadap penghentian terbatas Biden dalam menyediakan bom.

Senator Tom Cotton yang bertugas di Komite Angkatan Bersenjata mengatakan laporan Kementerian Luar Negeri sangat jelas dan tidak ada bukti bahwa Israel melanggar hukum internasional.

“Israel melakukan lebih dari militer manapun dalam sejarah untuk mencegah jatuhnya korban sipil,” pungkas Cotton. (Theresia Vania Somawidjaja)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)