Pembatasan Zona Penjualan Rokok Tidak Efektif, Edukasi Jadi Solusi

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Pembatasan Zona Penjualan Rokok Tidak Efektif, Edukasi Jadi Solusi

Eko Nordiansyah • 8 April 2025 17:36

Jakarta: Pembatasan zona berjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dianggap tidak efektif. Kampanye edukasi dianggap sebagai upaya lebih konkret untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia.
 
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengatakan pemerintah sebaiknya melakukan pendekatan yang lebih utuh, seperti mendorong edukasi dibandingkan dengan pembatasan yang terlalu ketat. Menurutnya, edukasi yang tepat dapat memberi dampak yang lebih luas.
 
Henry mengatakan komitmen edukasi sudah dijalankan oleh perusahaan dengan patuh, bahkan sejak peraturan sebelumnya yaitu PP Nomor 109 Tahun 2012 diberlakukan. Ia menilai tidak hanya mengatasi gejala-gejala yang dapat timbul, tetapi juga membangun kesadaran risiko akibat merokok.
 
“Kepatuhan terhadap aturan itu menunjukkan bagian dari komitmen edukasi soal risiko merokok. Ditambah lagi, saat ini kami melakukan edukasi serta pemasangan stiker 21+ di warung atau toko penjual rokok secara masif,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 April 2025.

Namun, dalam menjalankan edukasi pun perlu melibatkan institusi seperti para pengajar di satuan pendidikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk pemahaman akan risiko merokok pada anak di bawah umur 21 tahun sehingga dapat menekan prevalensi perokok tanpa mengorbankan nasib para pedagang.
 

Baca juga: 

Penyusunan Regulasi Pertembakauan Diminta Libatkan Pihak Terdampak



(Ilustrasi rokok. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Bikin pelaku usaha bingung

Henry menyayangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru gencar mendorong aturan pelarangan penjualan rokok, seperti pengaturan terkait larangan penjualan 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Aturan ini justru membuat pelaku usaha kebingungan dan berpotensi mengganggu kelangsungan usaha.
 
"Aturan ini akan berdampak luas pada ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang telah terbangun puluhan tahun. Banyak tempat penjualan yang menyatu dengan satuan pendidikan seperti di mall tiba-tiba harus berubah. Ini akan menimbulkan gejolak ekonomi," kata dia.
 
Ia berharap ada dialog yang terbuka dengan melibatkan semua pihak, termasuk asosiasi industri, pedagang, dan petani dalam pembuatan kebijakan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa regulasi yang diterapkan tidak merugikan pihak yang menjadi objek pengaturan.
 
"Kami meminta pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pengaturan tersebut," ujarnya.

Peran IHT bagi perekonomian

Menurutnya, IHT memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam menciptakan lapangan kerja bagi 5,8 juta tenaga kerja dari hulu ke hilir. Dari petani tembakau dan cengkeh, tenaga kerja di produksi, pedagang dan industri pendukung lainnya menjadi mata rantai pertembakauan yang dapat terdampak.
 
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat mendukung upaya perlindungan terhadap petani tembakau, pedagang, dan industri dengan tidak membuat kebijakan yang merugikan kepentingan nasional. Dengan kebijakan yang lebih seimbang, ia berharap IHT tidak dikorbankan.

"Kami akan terus melakukan upaya untuk memastikan kebijakan yang diterapkan tidak merugikan IHT. Kami berharap, pemerintah mendengar dan membuat kebijakan yang adil kepada semua pihak yang terlibat dari IHT," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)